Langsung ke konten utama

Bukaan 8 : Kehidupan Ideal dan Realitas dalam Satu Kemasan

Hai. Selamat segala waktu.

Sebelum masuk ke inti tulisan. Gue mau bilang makasih ke salah satu temen gue yang udah ngasih masukan buat blog ini mengenai kalimat pembukanya. Jujur gue juga belum tau mau bikin kalimat pembuka seperti apa. Kalo datar kesannya nggak ramah, kalo alay kesannya sok asik. Bingung nggak sih? Yaudah untuk sementara waktu pake yang ini dulu yaa. Insya Allah ini yang terakhir, postingan selanjutnya diusahain udah ganti.

Kali ini gue mau ngasih rekomendasi film lagi buat kalian, yaitu Bukaan 8. Okee gue tau ini film rilisnya Februari 2017, which is udah setahun yang lalu. Tapi karena gue pernah bilang kalo film itu bisa jadi sarana penghibur di segala waktu, bukan di waktu kapan film itu rilis. Jadi sah-sah aja dong kalo gue ngerekomendasiin film ini buat kalian, kan nggak semua udah nonton juga hehe.

Sebelumnya sih, perlu gue kasih tau ke kalian bahwa rekomendasi film yang gue kasih ke kalian ini adalah film yang nilai atau pesannya related sama kehidupan nyata. Jadi nggak berdasarkan rating atau apapun itu. Gue juga pernah bilang kalau gue nggak mau ngasih rating ataupun sinopsis kan? Masalah rating itu relatif, tergantung kalian gimana ngasih nilainya setelah kalian nonton ini. Gue sebagai penulis cuma merekomendasikan aja.

Film Bukaan 8 ini dari awal sampai akhir film udah mainin emosi penonton. Aturan film itu bagian awalnya kan isinya perkenalan, tokoh ini gimana, tokoh itu gimana, gitu gitu, tapi ini enggak. Introduksi-introduksi itu dikemas di sepanjang film. Biar penonton yang nebak sendiri si ini gimana, si itu gimana. Tapi yang berhasil bikin gue tertarik adalah tokoh Alam yang diperankan oleh Chicco Jericho ini pake kaosnya kebalik. Gue mikir, nggak mungkin sih ini nggak ada artinya. Pasti ada sesuatu yang tersembunyi atau tersirat dari hal itu.

Hal pertama yang gue tangkep dari awal film adalah realita kalau jaman sekarang tuh manusia emang bener-bener nggak bisa lepas dari yang namanya media sosial. Terlihat dari scene macetnya jalanan itu, di beberapa mobil muncul bubble chat yang memperlihatkan  kalau si pengendara mobil tersebut lagi main media sosial. Nah ini jadi nilai unik tersendiri buat film ini karena di sepanjang film, setiap si tokoh beraktivitas di media sosial, pasti ada bubble chat-nya.

Saking nggak bisa lepas dari media sosial, pas Alam lagi nyetir mobil buat nganterin istrinya, Mia (diperankan oleh Lala Karmela), yang lagi kontraksi ke rumah sakit, dia masih sempat-sempatnya twitwar. Gue nggak ngeh sih sih yang dibahas di twitwar itu apa, tapi di masa-masa kritis kayak gitu ada baiknya kita nyingkirin hape dan media sosial untuk sejenak deh. Nggak baik soalnya.

Realita kehidupan kedua yang diangkat oleh film ini adalah gengsi. Iya, gengsi. Siapa sih yang nggak gede-gedein gengsi di zaman sekarang? Semua orang berlomba-lomba buat mengejar gengsi, tanpa melihat sebenarnya dia mampu apa enggak. Sama seperti Alam yang gimanapun caranya dia harus bisa dapet fasilitas VIP buat persalinan Mia. Dia sampe maksa pihak rumah sakit buat ngasih diskon yang jelas-jelas diskon itu udah nggak berlaku lagi. Bahkan dia juga cari pinjeman uang ke temennya dengan menggadaikan mobil dan laptopnya. Padahal Mia sendiri udah bilang buat jangan maksain ke rumah sakit yang mahal, biar uangnya cukup. Tapi yaa mau gimana lagi, sebagai seleb di dunia maya Alam jelas malu dong kalau persalinan istrinya di rumah sakit yang biasa-biasa aja.

Dan realita kehidupan ketiga yang paling ngena adalah soal tanggung jawab. Oke, tanggung jawab emang bukan sebuah realita, lebih tepatnya tanggung jawab itu relatif bagi setiap orang. Jadi yang ini gue ganti aja deh. Gue ganti jadi ideal kehidupan, gimana? Film ini menyampaikan bahwa kita sebagai manusia harus mempertanggungjawabkan apa yang udah kita lakuin. Usut punya usut, ternyata Alam menghamili Mia di luar nikah. Jadi Alam pun bertanggung jawab dengan menikahi Mia. Nah, karena masalah tersebut, orang tua Mia sempat tidak merestui hubungan mereka. Bahkan Abah Mia (diperankan oleh Tyo Pakusadewo) memusuhi Alam karena Alam tidak memiliki pekerjaan tetap. Kerjaannya cuma main hape mulu, jadi kesannya dia nggak punya tanggung jawab sebagai suami. Namun, gimanapun caranya Alam tetep berusaha buat membuktikan ke Mia dan orang tuanya kalau dia bisa jadi suami yang baik. Dia sampai terlibat masalah dan terbelit utang. Resiko apapun dia terima demi Mia, demi anaknya yang mau lahir.

Dan bener aja, hipotesis gue di awal beneran terjadi. Kaos Alam yang kebalik tadi itu punya maksud tersirat. Ada scene ketika Alam lagi ngopi bersama seorang mandor proyek di warung dekat proyek tersebut. Mandor itu curhat kalau operator crane-nya lagi nggak ada setelah lembur tiga hari demi memenuhi kebutuhan buat persalinan istrinya. Ia berkata bahwa ia membutuhkan tenaga lagi buat menggantikan posisi operator crane tersebut. Tentunya dengan bayaran yang setimpal. Nggak pake lama, Alam langsung menerima tawaran tersebut. Ia membalik posisi kaosnya ke posisi yang benar. Kalian tau dong maksudnya apa dari uraian ini hehe (gausah gue jelasin karena gue yakin kalian cerdas semua).

Alam ngaku ke mandor itu kalau dia udah pernah jadi operator crane di Dubai. Padahal dia bohong. Pas naik ke lantai atas aja dia gemetaran. Selain itu, dia mengoperasikan crane-nya cuma berbekal video dari internet. Oke, di bagian ini tuh menyiratkan bahwa sebenarnya internet atau media sosial itu nggak selamanya negatif, selama pemakaiannya benar. Alam sempat ragu buat mengoperasikan crane tersebut. Namun ketika ia mengingat Mia, ia berusaha untuk mencobanya. Dan akhirnya ia berhasil. Ia mendapatkan bayaran yang walaupun jumlahnya tidak sesuai seperti yang dibilang mandor di awal. Tapi ia tetap menerimanya dengan senang hati.

Film yang disutradarai oleh Angga Dwimas Sasongko ini kaya akan nilai kehidupan. Tanggung jawab, rasa syukur, rela berkorban, semua disampaikan dalam satu kejadian dengan latar yang nggak banyak. Latar tempatnya tuh fokusnya cuma di rumah sakit, terus waktunya cuma satu hari itu doang, dari pagi sampe malem. Unik aja gitu, baru kali ini gue nonton film yang latar waktunya cuma satu hari. Dan film ini berhasil bikin gue nangis di sepanjang akhiran film, apalagi scene Mia melahirkan. Gue langsung kangen sama orang tua gue di rumah :'( Gue inget gimana umi pas hamil adik gue yang terakhir. Gue sampai mikir sebeginikan usaha umi pas melahirkan dan usaha ayah untuk menutup biaya persalinan. Ini bikin terharu banget sih.

Film ini juga bikin gue memikirkan tentang kehidupan setelah menikah. Selain memperjuangkan diri sendiri dan pasangan, seseorang yang sudah menikah juga harus memperjuangkan anaknya. Siap mental dan siap materi itu jelas harus dan wajib banget dimiliki oleh orang yang mau menikah. Masalah restu? Memperjuangkan restu juga wajib, tapi jangan sampai memperjuangkannya dengan cara yang dilakukan Alam kepada Mia sebelum mereka menikah. Itu mah nggak baik hehe.

Kalau dari gue sendiri, selama masih mampu buat mengejar cita-cita, yaa kita harus memperjuangkan itu. Kalau kalian mau pacaran itu hak kalian, yang penting kalian harus bikin komitmen untuk menjaga satu sama lain. Kan enak tuh kalau bisa berjuang bareng buat ngejar cita-cita, atau saling mendukung satu sama lain. Intinya nikmati masa muda kalian dengan hal-hal yang sewajarnya aja sihh hehe.

Udah cukup kali ya. Ini tulisan panjang banget deh wkwk. Terimakasih udah meluang waktu untuk membaca. Sampai jumpa dan selamat segala waktu.

*Sumber gambar : google.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Aksi 24 September 2019

Halo, semuanya! Selamat segala waktu. Dua hari yang lalu, tepatnya 23 September 2019, beberapa daerah di Indonesia mengadakan aksi mahasiswa, ada Jogja dengan #GejayanMemanggil, ada Solo dengan #BengawanMelawan, ada Surabaya dengan #SurabayaMenggugat, dan lain-lain. Aksi-aksi tersebut dilakukan dalam rangka menggugat agar diadakannya revisi UU KPK dan menolak RKUHP. Para demonstran didominasi oleh mahasiswa dari berbagai kampus. Sebelumnya, minggu lalu, tepatnya Selasa, 17 September, telah diadakan aksi serupa. Namun, aksi tersebut fokus pada penolakan RUU KPK dan RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual). Aksi tersebut dinamai dengan aksi Reformasi Dikorupsi dan diadakan di depan Gedung DPR/MPR. Kemarin. Selasa, 24 September, telah berlangsung aksi besar-besaran yang diikuti oleh seluruh mahasiswa di Jakarta dan sekitarnya. Terdapat puluhan kampus yang bergabung dalam aksi Tuntaskan Reformasi tersebut. Bisa dibilang, aksi ini lebih besar dari aksi sebelumnya karena bertepat...

Corona, Oh.. Corona: Sedikit Opini Mengenai Covid-19

Halo semuanya! Selamat segala waktu. Akhir-akhir ini, semua media, baik cetak maupun daring, berlomba-lomba memberikan kabar mengenai virus Covid-19 atau akrab disebut virus Corona. Virus yang datang dari China ini sudah menewaskan 4.940 jiwa dari total 131.627 kasus di seluruh dunia ( https://www.kompas.com/tren/read/2020/03/14/080000165/pelajaran-dari-pasien-sembuh-virus-corona--jangan-panik-berikut-kisahnya-?page=1 ). Sementara itu, belum ditemukan antivirus untuk menangkal virus tersebut. Sumber ada pada gambar Gue tidak akan banyak menulis mengenai virus itu karena gue nggak mau apa yang gue tulis ini salah dan berujung pada hoaks. Gue sadar diri kalau pengetahuan gue tentang virus itu masih sangat sedikit. Cukup kalian baca artikel dari WHO atau laman berita untuk mengetahui Corona lebih lanjut. Gue di sini cuma akan membagikan opini mengenai dampak yang gue rasain secara pribadi--atau mungkin yang dirasain juga sama mahasiswa kayak gue. Beberapa waktu lalu, tepatnya Jum...

Catatan Khusus Hari Kartini: Jadi Wanita Mandiri atau Bergantung pada Lelaki?

Halo, semuanya. Selamat segala waktu. Tentu kita tahu bahwa hari ini Indonesia sedang memperingati hari kelahiran salah satu pahlawan wanita di Indonesia. Apa lagi kalau bukan Hari Kartini. Seperti yang kita pelajari di buku Ilmu Pengetahuan Sosial sejak SD sampai SMA, Raden Ajeng Kartini merupakan sosok wanita yang memperjuangkan emansipasi wanita di Indonesia. Beliau berjuang lewat tulisan, salah satu yang terkenal adalah Habis Gelap Terbitlah Terang. Atas perjuangan wanita Jepara tersebut, wanita Indonesia kini dapat merasakan sisi manisnya. Mereka punya akses yang lebar dalam mengenyam pendidikan dan mendapat pekerjaan. Diskriminasi gender semakin berkurang. Walaupun kadang masih ada satu dua oknum yang menganggap bahwa wanita itu lemah. Sebut saja oknum itu sebagai kaum patriarki, hehe. Akses yang lebar ini tentunya turut mempengaruhi pola pikir kaum wanita. Ada yang mendeklarasikan diri sebagai wanita alfa, ada pula yang masih berpikir bahwa pemenuhan kebutuhannya adalah kewajiba...