Langsung ke konten utama

Catatan Aksi 24 September 2019

Halo, semuanya! Selamat segala waktu.

Dua hari yang lalu, tepatnya 23 September 2019, beberapa daerah di Indonesia mengadakan aksi mahasiswa, ada Jogja dengan #GejayanMemanggil, ada Solo dengan #BengawanMelawan, ada Surabaya dengan #SurabayaMenggugat, dan lain-lain. Aksi-aksi tersebut dilakukan dalam rangka menggugat agar diadakannya revisi UU KPK dan menolak RKUHP. Para demonstran didominasi oleh mahasiswa dari berbagai kampus.

Sebelumnya, minggu lalu, tepatnya Selasa, 17 September, telah diadakan aksi serupa. Namun, aksi tersebut fokus pada penolakan RUU KPK dan RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual). Aksi tersebut dinamai dengan aksi Reformasi Dikorupsi dan diadakan di depan Gedung DPR/MPR.

Kemarin. Selasa, 24 September, telah berlangsung aksi besar-besaran yang diikuti oleh seluruh mahasiswa di Jakarta dan sekitarnya. Terdapat puluhan kampus yang bergabung dalam aksi Tuntaskan Reformasi tersebut. Bisa dibilang, aksi ini lebih besar dari aksi sebelumnya karena bertepatan dengan wacana pengesahan RKUHP. Namun, hasil rapat DPR kemarin, RKUHP ditunda pengesahannya.

Ini tulisan gue kenapa formal banget dah? Wkwk. Jadi, pembaca virtualku, di tulisan kali ini gue mau nulis pengalaman gue ikut aksi kemarin. Ini adalah pertama kalinya gue ikut demo. Padahal, dulu pas SMA, gue udah digadang-gadang bakal jadi koor demo sama guru gue saking kerasnya suara gue. Tapi karena gue cupu, gue cukup jadi 'pembantu' demo aja. Hehe.

Kemarin, denger-denger mahasiswa kampus gue sampai dibagi jadi tiga kloter buat ke Senayan karena emang peserta aksi ini banyak banget. Fakultas gue aja, yang sering dianggap apatis, ada sekitar 400an orang yang ikut aksi. Gila nggak tuh? Saking gobloknya DPR bikin UU, gue yang introvert dan mageran juga tergerak buat ikut aksi.

Awalnya gue ragu mau ikut atau nggak. Gue udah bayangin pasti rame banget nanti. Tapi, entah kenapa, hati gue tergerak untuk ikut aksi tersebut. Dan yah, setelah dapet izin dari Umi gue, akhirnya gue nguatin niat buat ikut aksi bareng temen-temen.

Gue berangkat dari UI sekitar pukul 11.00 dan sampai di Stasiun Palmerah pukul 12.30. Sumpah ya, di stasiun penuh sama mahasiswa. Mereka udah mempersiapkan barisan dari stasiun. Nih, gue ada fotonya
Suasana di Stasiun Palmerah, Selasa (24/9)

Sebelum berangkat, mereka menyanyikan lagu nasional (gue lupa lagunya apa). Terus mereka jalan teratur, tanpa merusak apapun yang ada di stasiun. Ini jadi semacam bukti bahwa aksi kemarin tuh sebenarnya nggak anarkis. Kami--mahasiswa--nggak akan anarkis kalau nggak ada yang mancing:)

Gue dan temen-temen gue sholat dulu di masjid dekat stasiun. Di masjid itu (lagi-lagi gue lupa nama masjidnya wkwk, maafkan) udah ada petugas yang jaga. Kami disuruh ngelepas almamater dan masker. Seposesif itu mereka sama demonstran wkwk

Lanjut. Sekitar pukul 13.00, gue dan temen-temen jalan ke Gedung DPR/MPR. Oh iya, btw ini gue bareng sama temen-temen persma gue, jadi rombongannya dikit. Pas sampai sana, keadaan belum terlalu chaos dan belum terlalu rame juga. Sembari meneriakkan jargon 'DPR bego', sesekali mereka juga menyanyikan lagu Indonesia Raya. Ini gue ada videonya.

Tulisan umpatan dan tuntutan terpampang di mana-mana. Teriakan-teriakan semangat dan mengandung pesan agar jangan sampai terprovokasi juga terdengar. Semakin menjelang sore, demonstran semakin ramai.
 

Bantuan makanan dan minuman berdatangan. Mereka saling mengoper minuman dan makanan tersebut. Dari sini gue yakin, aksi ini didukung oleh masyarakat luas.

Selain itu, beberapa pedagang tetap menjajakan dagangannya di tengah kerumunan demonstran. Kebanyakan dari mereka menjual minuman, tentu karena siang itu panas dan membuat dehidrasi. Bahkan, beberapa kali gue liat ada mahasiswa yang pingsan yang dibopong menuju medis.
Seorang ibu menjajakan dagangannya pada mahasiswa
Sekitar pukul 16.00, massa mulai ditarik mundur karena batas aksi adalah sampai pukul 17.00 WIB. Namun, ada beberapa kelompok mahasiswa yang bertahan. Salah satunya dari Universitas Gunadarma. 
Massa dari Universita Gunadarma masih bertahan saat massa lain mulai mundur
Namun, belum selesai kami mundur, aparat mulai melemparkan gas air mata. Barisan kami mulai berantakan, tetapi koordinator dari UI mengingatkan kami untuk tetap berada di dalam border. Mahasiswa lain juga tetap bersorak agar massa tidak terprovokasi. Mereka justru semakin semangat melawan
 
 
Mobilisasi mundur dari masaa UI terus berjalan hingga sekitar pukul 17.30 WIB. Mereka menyebar ke dua tempat, yaitu Kantor TVRI dan GBK. Hal yang tak terduga pun terjadi. Massa mahasiswa UI yang sedang duduk beristirahat langsung bubar dan lari terbirit-birit ketika gas air mata sampai ke GBK. Gue kurang tau apakah memang ada aparat yang melempar kesana atau itu adalah gas dari depan Gedung DPR/MPR yang terbawa angin.

Tapi apapun itu, sumpah, nyengat banget di hidung dan perih banget di mata. Padahal itu posisinya gue lagi pakai masker, tapi tetep aja tembus. Gue terus lari dan nggak peduli sama mata gue. Gue mau nangis pas itu. Gue berusaha buat ngeyakinin bahwa apa yang gudah gue lakuin siang itu bener. Gue udah jadi bagian dari temen-temen yang mewakili suara rakyat. Gue nggak boleh kalah apalagi nangis cuma gara-gara gas air mata!

Massa dari UI pindah ke gate GBK dekat Masjid Al-Bina. Di sana suasana kondusif. Kami bisa istirahat, minum, dan makan. Fyi, cowok gue khawatir sampai marahin gue wkwk. Dia nggak ngomong kalau dia khawatir, tapi gue tau dia khawatir banget. Pas gue lari-lari aja dia nelpon gue. Mastiin gue lagi ada di tempat aman. Dan secara nggak sengaja, gue ketemu dia dan dia langsung marah-marah nyuruh gue balik bareng dia wkwk. Maafkan kebucinan kami:')

Gue yakin, aksi kemarin bukan soal keanarkisan mahasiswa. Banyak pihak yang mendukung aksi ini. Gue meyakini itu karena semua temen gue yang nggak ikut aksi memberi dukungan moral pada temen-temen yang turun. Umi gue juga nggak ngelarang gue ikut, justru beliau berdoa semoga gue baik-baik aja selama aksi. Aksi ini benar-benar atas nama Indonesia. Demokrasi nggak boleh dikebiri. Masyarakat nggak boleh tunduk sama penguasa. Penguasa seharusnya menjaga dan berpihak pada rakyat, bukan mengkhiatati dan menginjak-injak seenaknya.

Gue mengucapkan terima kasih banyak pada temen-temen mahasiswa yang saling melindungi satu sama lain tanpa memandang warna almamater. Apalagi yang cowok ngutamain cewek untuk mundur duluan. Sebenarnya, gue pribadi nggak begitu suka diperlakukan seperti itu karena gue nggak suka dianggep lemah wkwk. Tapi nggak papa, emang kodratnya cowok melindungi kan? So, makasih buat cowok-cowok kemarin. Lebih makasih lagi buat kalian yang masih bertahan sampai malam.

Gue sedih ketika mendengar kabar bahwa ada salah satu mahasiswa yang sampai cedera berat dan harus dioperasi akibat demo kemaren. See, sekarang siapa yang barbar? Yang mahasiswa inginkan hanya orang-orang berdasi di gedung yang dibangun pakai uang rakyat itu mendengarkan kami, mendengarkan suara rakyat. Tuhan menciptakan telinga buat mendengar dan mata untuk melihat. Janganlah pura-pura tuli dan buta. Jangan anggap juga kami itu mahasiswa bodoh yang nggak tau apa-apa, bisanya protes. Sekarang lihat aja, kalau RKUHP itu sampai disahkan, siapa yang paling rugi? Rakyat! Udah cukup hati kami sakit karena KPK dilemahkan, jangan sampai hati kami lebih sakit lagi.

Oke, cukup sekian yang bisa gue ceritakan. Tulisan ini mungkin akan jadi salah satu tulisan yang spesial karena gue mencantumkan foto dan video. Mohon maaf kalo resolusinya kurang bagus karena emang gue ngambil gambarnya pakai kamera ponsel. Untuk kalin di mana pun berada, stay safe ya. Jangan kemakan hoaks dan terprovokasi. Keadaan chaos seperti ini gampang dimanfaatkan sama oknum yang nggak bertanggung jawab. Panjang umur perjuangan!







NB: tolong jangan ada yang bilang ikut demo demi konten. Honestly, itu lebih baik daripada kalian yang nyinyir "demo demi konten" tapi nggak ada aksi sama sekali:)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Setelah Tiga Kali Gagal Nonton Show Cerita Cintaku Raditya Dika, Akhirnya...

Hai, semuanya! Selamat segala waktu. Kalian tahu special show -nya Bang Raditya Dika yang tajuknya Cerita Cintaku, nggak? Itu, tuh, yang sering jadi trending di Youtube. Videonya sih cuma tentang Bang Dika pas baca dan roasting cerita cintanya penonton sih, karena emang Bang Dika kayaknya nggak mau menggunggah show -nya secara lengkap. Jadi, bisa dibilang kalau stand up comedy -nya Bang Dika tahun ini tuh beda dari tahun-tahun sebelumnya. Setiap tahun Bang Dika biasanya selalu menggunggah SUCRD di Youtube, tapi tahun ini tour special show -nya itu videonya dijual di website Cerita Cintaku. Kalian cek aja sendiri deh, kalau gue sertain hyperlink -nya di sini ntar disangkain ngendorse, heuheu . Gue sebagai.. ya, bisa dikatakan penggemarnya Bang Dika, pastinya merasa antusias dengan show ini dong. Apalagi, menurut gue harga tiketnya bisa dibilang terjangkau untuk ukuran komika level Raditya Dika. Namun, keantusiasan gue ini juga diiringi dengan rasa males dan gampang lupanya gue b

IWD 2020 #EachForEqual: Karena Wanita Tak Hanya Sekadar Ingin Dimengerti

Jadi perempuan itu bagaikan dua sisi koin. Di satu sisi, perempuan itu punya privilese untuk dijaga, dilindungi, diperlakukan dengan lembut, dan diagungkan kecantikannya. Namun, di sisi lain, privilese itu bisa saja jadi lingkaran setan bagi mereka. Harus dijaga dan dilindungi, nanti dianggap lemah. Harus diperlakukan dengan lembut, nanti dianggap manja. Diagungkan kecantikannya, akhirnya muncul standar kecantikan yang dikompetisikan. Jadi perempuan itu (katanya) harus serba bisa. Bisa sekolah tinggi dan cari uang sendiri akan dianggap pandai. Namun, kerjaan rumah harus tetap selesai, mengurus anak tak boleh lalai, dan menyenangkan suami di ranjang harus piawai. Sayangnya, jadi perempuan itu punya banyak risiko: jadi korban marginalisasi dan subordinasi, jadi objek seksualitas, suaranya kurang didengar, didiskriminasi, dibatasi ruang geraknya, dan resiko lain yang mewarnai hidupnya. Perempuan dituntut untuk manut . Dilarang membangkang, apalagi memberontak. Kebebasan seakan