Langsung ke konten utama

Love For Sale 2: Membelokkan Ekspektasi Penonton


Halo, semuanya! Selamat segala waktu.

Sesuai janji gue di ruang film sebelumnya, gue mau bikin ulasan film Love For Sale 2, nih. Seneng banget deh untuk kedua kalinya bisa nulis ulasan film pas hari pertama rilisnya. Tulisan pertama gue yang bertepatan dengan hari pertama rilis film tuh tentang Bumi Manusia. Tulisan itu terbit di laman GenSindo.

Sesuai dengan judulnya, Love For Sale 2 ini merupakan sekuel dari Love For Sale 1 yang rilis 2018 lalu. Tokoh utamanya tetap sama, yaitu Arini yang diperankan oleh Della Dartyan. Namun, kali ini lawan mainnya bukan Gading Marten lagi, melainkan Adipati Dolken yang memerankan Indra Tauhid alias Ican.

Film ini bercerita tentang keinginan ibu Ican (diperankan oleh Ratna Riantiarno) agar Ican segera menikah. Ican yang tak tahan dengan tekanan tersebut akhirnya mencari perempuan sewaan melalui aplikasi Love.Inc. Dari sinilah, Ican dan Arini bertemu.

Dari segi garis cerita, film yang berdurasi 92 menit ini berbeda dengan film pertamanya. Film ini lebih fokus pada keadaan keluarga Ican daripada tentang kedilemaan Ican pada pernikahan atau hubungannya dengan Arini. Setiap tokoh dari keluarga Ican juga memiliki konflik masing-masing, sehingga alurnya cukup kompleks.

Selain itu, film ini sepertinya berusaha menampilkan Arini dari sisi yang berbeda. Jadi, Arini di sini kurang 'nakal' gitu. Untuk ukuran film dengan rating D17 pun, film yang disutradarai oleh Andibachtiar Yusuf ini tidak banyak menampilkan adegan 17+. Jadi, menurut gue kesan yang ditampilkan jauh berbeda dengan film sebelumnya.

Eh, kalian nggak harus percaya dengan ulasan gue ini karena ini sifatnya subjektif. Ada baiknya kalian juga menonton dan menilainya sendiri hehe. Oh iya, gue kasih 7 dari 10 bintang buat film ini.

Oke, cukup sekalian ruang film hari ini. Terima kasih udah mau mampir dan selamat segala waktu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Setelah Tiga Kali Gagal Nonton Show Cerita Cintaku Raditya Dika, Akhirnya...

Hai, semuanya! Selamat segala waktu. Kalian tahu special show -nya Bang Raditya Dika yang tajuknya Cerita Cintaku, nggak? Itu, tuh, yang sering jadi trending di Youtube. Videonya sih cuma tentang Bang Dika pas baca dan roasting cerita cintanya penonton sih, karena emang Bang Dika kayaknya nggak mau menggunggah show -nya secara lengkap. Jadi, bisa dibilang kalau stand up comedy -nya Bang Dika tahun ini tuh beda dari tahun-tahun sebelumnya. Setiap tahun Bang Dika biasanya selalu menggunggah SUCRD di Youtube, tapi tahun ini tour special show -nya itu videonya dijual di website Cerita Cintaku. Kalian cek aja sendiri deh, kalau gue sertain hyperlink -nya di sini ntar disangkain ngendorse, heuheu . Gue sebagai.. ya, bisa dikatakan penggemarnya Bang Dika, pastinya merasa antusias dengan show ini dong. Apalagi, menurut gue harga tiketnya bisa dibilang terjangkau untuk ukuran komika level Raditya Dika. Namun, keantusiasan gue ini juga diiringi dengan rasa males dan gampang lupanya gue b

Catatan Aksi 24 September 2019

Halo, semuanya! Selamat segala waktu. Dua hari yang lalu, tepatnya 23 September 2019, beberapa daerah di Indonesia mengadakan aksi mahasiswa, ada Jogja dengan #GejayanMemanggil, ada Solo dengan #BengawanMelawan, ada Surabaya dengan #SurabayaMenggugat, dan lain-lain. Aksi-aksi tersebut dilakukan dalam rangka menggugat agar diadakannya revisi UU KPK dan menolak RKUHP. Para demonstran didominasi oleh mahasiswa dari berbagai kampus. Sebelumnya, minggu lalu, tepatnya Selasa, 17 September, telah diadakan aksi serupa. Namun, aksi tersebut fokus pada penolakan RUU KPK dan RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual). Aksi tersebut dinamai dengan aksi Reformasi Dikorupsi dan diadakan di depan Gedung DPR/MPR. Kemarin. Selasa, 24 September, telah berlangsung aksi besar-besaran yang diikuti oleh seluruh mahasiswa di Jakarta dan sekitarnya. Terdapat puluhan kampus yang bergabung dalam aksi Tuntaskan Reformasi tersebut. Bisa dibilang, aksi ini lebih besar dari aksi sebelumnya karena bertepat

IWD 2020 #EachForEqual: Karena Wanita Tak Hanya Sekadar Ingin Dimengerti

Jadi perempuan itu bagaikan dua sisi koin. Di satu sisi, perempuan itu punya privilese untuk dijaga, dilindungi, diperlakukan dengan lembut, dan diagungkan kecantikannya. Namun, di sisi lain, privilese itu bisa saja jadi lingkaran setan bagi mereka. Harus dijaga dan dilindungi, nanti dianggap lemah. Harus diperlakukan dengan lembut, nanti dianggap manja. Diagungkan kecantikannya, akhirnya muncul standar kecantikan yang dikompetisikan. Jadi perempuan itu (katanya) harus serba bisa. Bisa sekolah tinggi dan cari uang sendiri akan dianggap pandai. Namun, kerjaan rumah harus tetap selesai, mengurus anak tak boleh lalai, dan menyenangkan suami di ranjang harus piawai. Sayangnya, jadi perempuan itu punya banyak risiko: jadi korban marginalisasi dan subordinasi, jadi objek seksualitas, suaranya kurang didengar, didiskriminasi, dibatasi ruang geraknya, dan resiko lain yang mewarnai hidupnya. Perempuan dituntut untuk manut . Dilarang membangkang, apalagi memberontak. Kebebasan seakan