Langsung ke konten utama

Apa yang Harus Dilakukan oleh Perempuan Berusia 21 Tahun?

Halo semuanya! Selamat segala waktu.

Usia bertambah, pun dengan rasa resah. Mimpi-mimpi yang belum tercapai harus segera digapai. Jangan banyak menunda, takutnya sesal melanda. Banggakan mereka yang berhak dibahagiakan, abaikan mereka yang tak mempedulikan.

Haha Najwa Shihab banget nggak sih pemilihan kata gue? Bunyi akhirnya selalu sama gitu. Apakah orangnya nanti juga akan seperti Najwa Shihab? 

Halah ngomong apa sih gue, banyak ngelantur gini. Maklum, tambah tua tambah nggak jelas. Butuh pendamping hidup biar lebih jelas hidupnya. Biar lebih terang.

Ya Allah, ini gue ngomong apa sih? Maafkan ya, pembaca virtualku. Akhir-akhir ini gue sibuk banget nggak ngerti lagi. Organisasi mulai susah diatur, kepanitiaan banyak banget maunya, belum lagi tugas-tugas yang keteteran. Baru menginjak umur 21 tahun aja rasanya udah gini banget, gimana hidup gue di umur selanjutnya nanti, ya?

Ngomongin soal umur, apakah benar bahwa 21 tahun merupakan gerbang menuju kedewasaan? Apakah harus 21 tahun gitu maksudnya? Nggak bisa 25 atau 30 aja gitu? Gue masih pengen jadi remaja:(

Nggak, lah, gue bercanda. Menurut gue, 21 tahun emang bukan usia yang main-main, apalagi untuk perempuan. Menurut gue loh, ya. Di luar sana, banyak perempuan usia 21 tahun yang sudah dituntut oleh keluarganya untuk mendapat calon suami, minimal ada gandengan, lah. Syukur-syukur kalau udah ada yang ngelamar dan ngajak tunangan. Tinggal persiapan setahun, nikah deh.

Bahkan, nggak sedikit juga perempuan yang udah jadi ibu pada usia 21 tahun. Sumpah, gue salut banget kalau dia mau jadi ibu, apalagi kalau itu memang kerelaan hatinya untuk menikah, mengabdi pada suami, dan mau ngurus anak juga. Gue yang cupu gini masak aja paling goreng-goreng doang, itu pun kalau nggak diingetin nyokap juga gosong:(

Sumpah ini kenapa tulisan gue jadinya curcol ya wkwk. Tapi bener loh, pembaca virtualku, perempuan usia 21 tahun tuh kayak lebih bebas aja memilih dia mau ngapain. Kalau udah ada calon, bisa langsung nikah. Kalau punya kemampuan lebih, bisa bikin usaha. Kalau masih mau belajar, bisa lanjut kuliah sampai S3. Kalau mau mulai meniti karir, bisa langsung bikin CV yang cakep dan perbanyak portofolio. Apapun bisa dipilih saat memasuki usia 21 tahun. Ya walaupun sebenarnya pilihan itu bisa dimulai kapan aja sih. Tapi menurut gue, perempuan benar-benar bisa menentukan pilihan rasionalnya ketika mereka udah dewasa. Mereka mulai bisa membedakan mana yang harus pakai logika dan mana yang harus pakai perasaan. Mereka akan mulai melatih diri buat nggak baper sama kondisi apapun.

Mari kita lihat dari sudut pandang lain. Ibarat film, 21 itu udah rate yang paling tinggi. Dewasa. Film tersebut aja diperuntukkan bagi mereka yang udah tau bagaimana menyikapi adegan film dengan bijak. Pun pada kehidupan nyata, orang-orang berusia 21 tahun ke atas juga dituntut demikian. Apa yang terjadi harus dipandang positif walaupun memang lebih sering nggak mengenakkan hati. So, am I ready for this?

Gue nggak punya rencana muluk-muluk untuk setahun ke depan. Atau lebih tepatnya, belum menyiapkan rencana. Gue belum punya niat untuk melanjutkan S2. Gue belum tertarik untuk menikah karena itu pasti akan super duper ribet, gue yakin! Gue juga nggak punya kemampuan lebih dalam membuat usaha. Karir? Mungkin. Tapi gue rasa, gue harus lebih banyak belajar lagi buat karir yang gue inginkan nanti. Gue harus banyak berlatih dan menambah pengalaman.

Namun, sejujurnya, sejak di perantauan gue merasa terbiasa menghadapi sesuatu di luar dugaan. Ya walaupun emang capek banget sih, melakukan hal yang sebenernya nggak pengen tapi harus tetep dilakuin. Tapi yaudah, hidup harus tetep berjalan, kan? Nggak mungkin dong gue jalan di tempat, kan gue bukan mau baris-berbaris, ya. Gue mau ‘hidup’.

Jadi, gue kembaliin lagi ke kalian. Menurut kalian, apa yang harus dilakukan oleh perempuan berusia 21 tahun? Banyak hal yang patut untuk dicoba memang, tapi banyak pula resiko jatuh dan gagal. Menjadi dewasa mungkin emang nggak mudah, semua butuh proses. Kita butuh ditempa agar jangan sampai salah pilih jalan. Kemungkinan buat putar balik kecil sekali.

Akhirnya, cukup sekian tulisan gue kali ini. Setahun kemarin luar biasa. Saatnya masuk ke gerbang selanjutnya. Jangan lupa senyum dan bahagia.

Selamat bertambah usia, Mitha.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Setelah Tiga Kali Gagal Nonton Show Cerita Cintaku Raditya Dika, Akhirnya...

Hai, semuanya! Selamat segala waktu. Kalian tahu special show -nya Bang Raditya Dika yang tajuknya Cerita Cintaku, nggak? Itu, tuh, yang sering jadi trending di Youtube. Videonya sih cuma tentang Bang Dika pas baca dan roasting cerita cintanya penonton sih, karena emang Bang Dika kayaknya nggak mau menggunggah show -nya secara lengkap. Jadi, bisa dibilang kalau stand up comedy -nya Bang Dika tahun ini tuh beda dari tahun-tahun sebelumnya. Setiap tahun Bang Dika biasanya selalu menggunggah SUCRD di Youtube, tapi tahun ini tour special show -nya itu videonya dijual di website Cerita Cintaku. Kalian cek aja sendiri deh, kalau gue sertain hyperlink -nya di sini ntar disangkain ngendorse, heuheu . Gue sebagai.. ya, bisa dikatakan penggemarnya Bang Dika, pastinya merasa antusias dengan show ini dong. Apalagi, menurut gue harga tiketnya bisa dibilang terjangkau untuk ukuran komika level Raditya Dika. Namun, keantusiasan gue ini juga diiringi dengan rasa males dan gampang lupanya gue b

Catatan Aksi 24 September 2019

Halo, semuanya! Selamat segala waktu. Dua hari yang lalu, tepatnya 23 September 2019, beberapa daerah di Indonesia mengadakan aksi mahasiswa, ada Jogja dengan #GejayanMemanggil, ada Solo dengan #BengawanMelawan, ada Surabaya dengan #SurabayaMenggugat, dan lain-lain. Aksi-aksi tersebut dilakukan dalam rangka menggugat agar diadakannya revisi UU KPK dan menolak RKUHP. Para demonstran didominasi oleh mahasiswa dari berbagai kampus. Sebelumnya, minggu lalu, tepatnya Selasa, 17 September, telah diadakan aksi serupa. Namun, aksi tersebut fokus pada penolakan RUU KPK dan RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual). Aksi tersebut dinamai dengan aksi Reformasi Dikorupsi dan diadakan di depan Gedung DPR/MPR. Kemarin. Selasa, 24 September, telah berlangsung aksi besar-besaran yang diikuti oleh seluruh mahasiswa di Jakarta dan sekitarnya. Terdapat puluhan kampus yang bergabung dalam aksi Tuntaskan Reformasi tersebut. Bisa dibilang, aksi ini lebih besar dari aksi sebelumnya karena bertepat

IWD 2020 #EachForEqual: Karena Wanita Tak Hanya Sekadar Ingin Dimengerti

Jadi perempuan itu bagaikan dua sisi koin. Di satu sisi, perempuan itu punya privilese untuk dijaga, dilindungi, diperlakukan dengan lembut, dan diagungkan kecantikannya. Namun, di sisi lain, privilese itu bisa saja jadi lingkaran setan bagi mereka. Harus dijaga dan dilindungi, nanti dianggap lemah. Harus diperlakukan dengan lembut, nanti dianggap manja. Diagungkan kecantikannya, akhirnya muncul standar kecantikan yang dikompetisikan. Jadi perempuan itu (katanya) harus serba bisa. Bisa sekolah tinggi dan cari uang sendiri akan dianggap pandai. Namun, kerjaan rumah harus tetap selesai, mengurus anak tak boleh lalai, dan menyenangkan suami di ranjang harus piawai. Sayangnya, jadi perempuan itu punya banyak risiko: jadi korban marginalisasi dan subordinasi, jadi objek seksualitas, suaranya kurang didengar, didiskriminasi, dibatasi ruang geraknya, dan resiko lain yang mewarnai hidupnya. Perempuan dituntut untuk manut . Dilarang membangkang, apalagi memberontak. Kebebasan seakan