Langsung ke konten utama

Postingan

Semester Awal 2020: Ambyar!

Halo, semuanya. Selamat segala waktu! Gimana kabarnya? Gimana kehidupannya? Semoga kalian dan kehidupan kalian tetap baik-baik saja di tengah masa-masa yang sedang tidak baik-baik saja ini, ya. Enam bulan awal tahun 2020 ini mungkin memang terasa berbeda bagi banyak orang di seluruh dunia. Gimana nggak, kemunculan virus baru bernama Corona bener-bener mengganggu semua aspek kehidupan. Nggak usah jauh-jauh kita bahas soal ekonomi atau sosial deh, kehidupan pribadi kita aja bener-bener berubah abnormal: yang biasanya bisa belajar di sekolah atau kampus, sekarang cuma bisa belajar di rumah; yang biasanya kerja berangkat pagi pulang malem, sekarang cuma bisa ngerjain semuanya dari rumah, bahkan nggak sedikit juga yang harus dihentikan paksa oleh kantornya; yang biasanya bisa nongkrong sama temen-temennya, sekarang cuma bisa bersua via daring; yang biasanya punya jadwal kencan, sekarang cuma bisa video call- an. Dibilang kacau mungkin terlalu berlebihan, tapi keadaannya memang nggak sebaik
Postingan terbaru

#5: Rapuh

Aku sedang bertahan dengan manusia yang… kau tahu, rapuh. Entah sudah berapa banyak tenaga yang ia habiskan untuk bertahan hidup. Entah sudah berapa banyak kekuatan yang ia gunakan untuk berdiri dengan kakinya sendiri. Entah sudah berapa kali ia menghabiskan waktunya untuk meratapi dan mengasihani diri sendiri. Ia hanya butuh tempat untuk bernaung dan berteduh. Tempat untuk membasuh segala luka yang bekasnya tak mungkin bisa hilang. Tempat yang aman, nyaman, tentram, dan damai. Bukan rumah, melainkan seseorang. Aku mencalonkan diri sebagai orang yang mampu menyediakan semua fasilitas yang ia inginkan itu. Kau tahu, apa yang ia lakukan? Ia datang dengan senyum merekah dan tawa lebar, seakan ia tak membawa beban. Alih-alih fokus pada tujuan awalnya, ia malah membuat tujuan baru: membahagiakan aku. Ia selalu berhasil melukis senyum di wajahku, membuat tawaku tak pernah berhenti. Ia juga pernah membuatku menangis, marah, dan kecewa. Namun, ia selalu punya cara untuk membuatku kem

#4: Perjumpaan

Aku rindu. Kala sore duduk di taman bersamamu. Angin lembut membelai pipiku, menggoyangkan rambutmu. Ia seakan ingin bergabung dalam obrolan seru kita. Tak ingin ketinggalan barang hanya satu kata. Obrolan itu tak pernah terencana. Lahir dan mengalir begitu saja. Kadang-kadang dimulai dari suatu pernyataan "seandainya". Mata kita menerawang jauh. Menembus batas-batas dimensi. Mengimajinasikan apa yang pantas diandaikan. Sesekali kita tertawa, sadar bahwa semua hanya ilusi belaka. Pernah juga suatu kali, obrolan kita terlalu dalam, hingga membuat salah satu di antara kita menangis. Tentang bagaimana hubungan kita nanti, tentang masa depan yang tak jelas, tentang semua yang abu-abu—topiknya tak jauh dari semua itu. Pernah juga tentang beban yang kita tanggung masing-masing: tanggung jawab di keluarga, beban moral yang entah asalnya dari mana, hingga kondisi mental kita. Tak jarang pula kita saling melempar opini. Baik aku maupun kamu tak ingin kalah. Kita beradu pendapat, kadan

Catatan Khusus Hari Kartini: Jadi Wanita Mandiri atau Bergantung pada Lelaki?

Halo, semuanya. Selamat segala waktu. Tentu kita tahu bahwa hari ini Indonesia sedang memperingati hari kelahiran salah satu pahlawan wanita di Indonesia. Apa lagi kalau bukan Hari Kartini. Seperti yang kita pelajari di buku Ilmu Pengetahuan Sosial sejak SD sampai SMA, Raden Ajeng Kartini merupakan sosok wanita yang memperjuangkan emansipasi wanita di Indonesia. Beliau berjuang lewat tulisan, salah satu yang terkenal adalah Habis Gelap Terbitlah Terang. Atas perjuangan wanita Jepara tersebut, wanita Indonesia kini dapat merasakan sisi manisnya. Mereka punya akses yang lebar dalam mengenyam pendidikan dan mendapat pekerjaan. Diskriminasi gender semakin berkurang. Walaupun kadang masih ada satu dua oknum yang menganggap bahwa wanita itu lemah. Sebut saja oknum itu sebagai kaum patriarki, hehe. Akses yang lebar ini tentunya turut mempengaruhi pola pikir kaum wanita. Ada yang mendeklarasikan diri sebagai wanita alfa, ada pula yang masih berpikir bahwa pemenuhan kebutuhannya adalah kewajiba

Corona, Oh.. Corona: Sedikit Opini Mengenai Covid-19

Halo semuanya! Selamat segala waktu. Akhir-akhir ini, semua media, baik cetak maupun daring, berlomba-lomba memberikan kabar mengenai virus Covid-19 atau akrab disebut virus Corona. Virus yang datang dari China ini sudah menewaskan 4.940 jiwa dari total 131.627 kasus di seluruh dunia ( https://www.kompas.com/tren/read/2020/03/14/080000165/pelajaran-dari-pasien-sembuh-virus-corona--jangan-panik-berikut-kisahnya-?page=1 ). Sementara itu, belum ditemukan antivirus untuk menangkal virus tersebut. Sumber ada pada gambar Gue tidak akan banyak menulis mengenai virus itu karena gue nggak mau apa yang gue tulis ini salah dan berujung pada hoaks. Gue sadar diri kalau pengetahuan gue tentang virus itu masih sangat sedikit. Cukup kalian baca artikel dari WHO atau laman berita untuk mengetahui Corona lebih lanjut. Gue di sini cuma akan membagikan opini mengenai dampak yang gue rasain secara pribadi--atau mungkin yang dirasain juga sama mahasiswa kayak gue. Beberapa waktu lalu, tepatnya Jum

IWD 2020 #EachForEqual: Karena Wanita Tak Hanya Sekadar Ingin Dimengerti

Jadi perempuan itu bagaikan dua sisi koin. Di satu sisi, perempuan itu punya privilese untuk dijaga, dilindungi, diperlakukan dengan lembut, dan diagungkan kecantikannya. Namun, di sisi lain, privilese itu bisa saja jadi lingkaran setan bagi mereka. Harus dijaga dan dilindungi, nanti dianggap lemah. Harus diperlakukan dengan lembut, nanti dianggap manja. Diagungkan kecantikannya, akhirnya muncul standar kecantikan yang dikompetisikan. Jadi perempuan itu (katanya) harus serba bisa. Bisa sekolah tinggi dan cari uang sendiri akan dianggap pandai. Namun, kerjaan rumah harus tetap selesai, mengurus anak tak boleh lalai, dan menyenangkan suami di ranjang harus piawai. Sayangnya, jadi perempuan itu punya banyak risiko: jadi korban marginalisasi dan subordinasi, jadi objek seksualitas, suaranya kurang didengar, didiskriminasi, dibatasi ruang geraknya, dan resiko lain yang mewarnai hidupnya. Perempuan dituntut untuk manut . Dilarang membangkang, apalagi memberontak. Kebebasan seakan