Aku sedang bertahan dengan manusia yang… kau tahu, rapuh.
Entah sudah berapa banyak tenaga yang ia habiskan untuk bertahan hidup. Entah sudah berapa banyak kekuatan yang ia gunakan untuk berdiri dengan kakinya sendiri. Entah sudah berapa kali ia menghabiskan waktunya untuk meratapi dan mengasihani diri sendiri.
Ia hanya butuh tempat untuk bernaung dan berteduh. Tempat untuk membasuh segala luka yang bekasnya tak mungkin bisa hilang. Tempat yang aman, nyaman, tentram, dan damai. Bukan rumah, melainkan seseorang.
Aku mencalonkan diri sebagai orang yang mampu menyediakan semua fasilitas yang ia inginkan itu. Kau tahu, apa yang ia lakukan? Ia datang dengan senyum merekah dan tawa lebar, seakan ia tak membawa beban. Alih-alih fokus pada tujuan awalnya, ia malah membuat tujuan baru: membahagiakan aku.
Ia selalu berhasil melukis senyum di wajahku, membuat tawaku tak pernah berhenti. Ia juga pernah membuatku menangis, marah, dan kecewa. Namun, ia selalu punya cara untuk membuatku kembali. Iya, ia seperti itu.
Sedang aku yang seharusnya menyediakan fasilitas itu, malah asyik terbuai. Aku lupa, seharusnya aku juga membahagiakannya. Ia asyik membelai lembut aku. Aku hilang kendali, seharusnya ini tak terjadi.
Hingga akhirnya, lukanya kembali menganga. Kali ini, ia tidak lagi datang dengan senyum merekah atau tawa lebar. Ia membawa setumpuk amarah, menagih semua fasilitas yang pernah kutawarkan. Memintaku ini itu, membuatku kalut tak menentu.
Pernah inginku pergi, tapi berat hati. Meninggalkanya sendiri terlalu keji. Aku tak ingin ia dibunuh sepi.
Ketika aku bercermin pada bola matanya, pada akhirnya kusadari juga bahwa lukaku tak kalah lebar. Sudah membusuk karena terlalu lama kupendam. Yang tersisa hanya perih ketika bersentuhan dengan air mata. Bukan bermaksud melombakan ini: siapa yang lukanya paling sakit, dialah yang paling kasihan. Namun, yah… tak bisa kupungkiri, aku juga membutuhkan fasilitas yang sama.
Aku sedang bertahan dengan manusia yang rapuh, dengan kondisi diri yang tak kalah rapuh. Apa yang bisa diharapkan selain mengunci diri berdua dan berusaha saling membahagiakan? Itu pun kalau dia setuju. Kalau tidak, pilihan terakhir adalah kembali menyepi sendiri, berharap ada orang yang akan menawarkan fasilitas itu lagi.
Sementara ini, kuucapkan terima kasih atas pertahananmu sejauh ini. Kamu kuat di tengah kelemahanmu. Kuharap akan selalu begitu.
Komentar
Posting Komentar