Langsung ke konten utama

Catatan Khusus Hari Kartini: Jadi Wanita Mandiri atau Bergantung pada Lelaki?

Halo, semuanya. Selamat segala waktu.

Tentu kita tahu bahwa hari ini Indonesia sedang memperingati hari kelahiran salah satu pahlawan wanita di Indonesia. Apa lagi kalau bukan Hari Kartini. Seperti yang kita pelajari di buku Ilmu Pengetahuan Sosial sejak SD sampai SMA, Raden Ajeng Kartini merupakan sosok wanita yang memperjuangkan emansipasi wanita di Indonesia. Beliau berjuang lewat tulisan, salah satu yang terkenal adalah Habis Gelap Terbitlah Terang.

Atas perjuangan wanita Jepara tersebut, wanita Indonesia kini dapat merasakan sisi manisnya. Mereka punya akses yang lebar dalam mengenyam pendidikan dan mendapat pekerjaan. Diskriminasi gender semakin berkurang. Walaupun kadang masih ada satu dua oknum yang menganggap bahwa wanita itu lemah. Sebut saja oknum itu sebagai kaum patriarki, hehe.

Akses yang lebar ini tentunya turut mempengaruhi pola pikir kaum wanita. Ada yang mendeklarasikan diri sebagai wanita alfa, ada pula yang masih berpikir bahwa pemenuhan kebutuhannya adalah kewajiban kaum pria.

Sebelumnya, gue mau ngasih tau kalau pengelompokan itu berdasarkan pemikiran dan pengalaman gue ya, terutama pengalaman dalam berteman. Banyak sekali pemikiran yang gue terima, terutama dari temen-temen gue yang cewek. Nggak tau kenapa, membahas masa depan sama sesama cewek tuh seru banget wkwk. Kita bisa berandai-andai tentang banyak hal, seperti apa yang ingin kita lakukan atau kemungkinan apa yang akan terjadi di masa depan.

Oke, balik lagi ke topik. Tadi gue sempet menyebutkan istilah wanita alfa. Nah, apa itu? Berdasarkan sumber-sumber yang gue baca di internet, secara umum wanita alfa adalah istilah bagi wanita yang memiliki ambisi dan jiwa kepemimpinan dalam diri mereka. Ciri khas mereka adalah kemandiriannya dalam merealisasikan ambisinya. Biasanya, wanita alfa memiliki latar pendidikan tinggi dan karir yang baik.

Wanita alfa--setau gue--cenderung berorientasi pada kesuksesan hidup, hampir kayak kaum pria. Mereka mengutamakan pendidikan/karir dan menomorduakan untuk memiliki komitmen dengan lawan jenis. Mereka tahu bahwa mereka memiliki banyak kebutuhan, seperti skincare dan fashion. Jadi, mereka akan mendapatkan kenikmatan dalam bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka tersebut.

Lawan dari wanita alfa adalah wanita beta. Wanita beta cenderung suka dipimpin daripada memimpin. Mereka cenderung pasif dan lebih bergantung pada orang lain (terutama pada pria). Namun, kelebihannya adalah mereka lebih lembut, tidak sekeras wanita alfa yang mungkin lebih mengedepankan egonya.

Seperti yang gue sebutin tadi, wanita beta cenderung bergantung pada pria. Mereka punya standar tinggi pada pria agar kebutuhannya dapat terpenuhi. Misalnya, mereka mendambakan pria yang kaya dan mapan dengan alasan "harga skincare kan mahal." Ya, mereka menggantungkan pemenuhan kebutuhannya pada kaum pria.

Baik wanita alfa maupun beta memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Kalau wanita alfa kuat dalam memimpin dan mempengaruhi, wanita beta cenderung untuk menjadi sosok pendengar yang baik, lembut, dan penurut. Begitu juga sebaliknya. Wanita alfa cenderung sulit bersikap lembut, sedangkan wanita beta cenderung sulit untuk menjadi pemimpin.

Alangkah beruntungnya seorang wanita jika dia mampu menempatkan diri berdasarkan situasi. Bisa lembut, bisa juga berdiri dengan kakinya sendiri. Namun, gue belum menemukan teman gue yang punya pemikiran seperti itu. Mereka yang alfa akan cenderung bersikap mandiri demi memenuhi kebutuhannya. Sementara itu, mereka yang beta cenderung mendambakan sosok pria yang kaya agar mampu memenuhi kebutuhannya.

Namun, hal yang perlu diperhatikan adalah wanita itu selalu punya rasa ingin bernaung pada sosok yang dapat melindunginya. Sealfa-alfanya wanita, menurut gue, mereka juga mendambakan pria yang mampu mengimbangi kemampuannya. Mereka cenderung menginginkan pria yang open minded, bukan yang mengekang.

Bagaimana dengan gue? Hhmm.. gue tipe cewek yang suka kebebasan sih. Gue nggak suka diatur atau dikekang. Jadi wanita alfa seru kali, ya? Heuheu.

Jadi, buat kalian para cewek, bagaimana kalian memaknai Hari Kartini di masa milenial ini? Apakah kalian mau jadi cewek yang sepenuhnya mandiri, bergantung pada kaum Adam, atau mau berusaha mengimbangi. Semua tergantung kalian. Tidak ada yang salah kok. Dengan emansipasi wanita yang terbuka lebar saat ini, kalian bisa memilih mau jadi wanita seperti apa kalian nanti.

Tulisan ini tidak bermaksud untuk menyerang pihak mana pun, ya. Gue hanya menuliskan pemikiran gue. Kalau ada yang kurang setuju dan mau mengkritik, silakan tulis di kolom komentar. Dengan senang hati akan gue baca.

Sekian dari gue dan selamat Hari Kartini semuanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Aksi 24 September 2019

Halo, semuanya! Selamat segala waktu. Dua hari yang lalu, tepatnya 23 September 2019, beberapa daerah di Indonesia mengadakan aksi mahasiswa, ada Jogja dengan #GejayanMemanggil, ada Solo dengan #BengawanMelawan, ada Surabaya dengan #SurabayaMenggugat, dan lain-lain. Aksi-aksi tersebut dilakukan dalam rangka menggugat agar diadakannya revisi UU KPK dan menolak RKUHP. Para demonstran didominasi oleh mahasiswa dari berbagai kampus. Sebelumnya, minggu lalu, tepatnya Selasa, 17 September, telah diadakan aksi serupa. Namun, aksi tersebut fokus pada penolakan RUU KPK dan RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual). Aksi tersebut dinamai dengan aksi Reformasi Dikorupsi dan diadakan di depan Gedung DPR/MPR. Kemarin. Selasa, 24 September, telah berlangsung aksi besar-besaran yang diikuti oleh seluruh mahasiswa di Jakarta dan sekitarnya. Terdapat puluhan kampus yang bergabung dalam aksi Tuntaskan Reformasi tersebut. Bisa dibilang, aksi ini lebih besar dari aksi sebelumnya karena bertepat

Setelah Tiga Kali Gagal Nonton Show Cerita Cintaku Raditya Dika, Akhirnya...

Hai, semuanya! Selamat segala waktu. Kalian tahu special show -nya Bang Raditya Dika yang tajuknya Cerita Cintaku, nggak? Itu, tuh, yang sering jadi trending di Youtube. Videonya sih cuma tentang Bang Dika pas baca dan roasting cerita cintanya penonton sih, karena emang Bang Dika kayaknya nggak mau menggunggah show -nya secara lengkap. Jadi, bisa dibilang kalau stand up comedy -nya Bang Dika tahun ini tuh beda dari tahun-tahun sebelumnya. Setiap tahun Bang Dika biasanya selalu menggunggah SUCRD di Youtube, tapi tahun ini tour special show -nya itu videonya dijual di website Cerita Cintaku. Kalian cek aja sendiri deh, kalau gue sertain hyperlink -nya di sini ntar disangkain ngendorse, heuheu . Gue sebagai.. ya, bisa dikatakan penggemarnya Bang Dika, pastinya merasa antusias dengan show ini dong. Apalagi, menurut gue harga tiketnya bisa dibilang terjangkau untuk ukuran komika level Raditya Dika. Namun, keantusiasan gue ini juga diiringi dengan rasa males dan gampang lupanya gue b

Dear Nathan Hello Salma: Mental Illness dalam Kehidupan Remaja

Halooo. Selamat segala waktu! Setelah sekian lama nggak nulis tentang film karena kurang bahan dan gue rasa nggak ada yang perlu gue tulis, akhirnya gue dapet bahan dan nulis lagi. Kali ini yang bakal gue bahas adalah film yang masih anget nih, yaitu Dear Nathan Hello Salma . Di Ruang Film kali ini, gue mau nulis tentang sudut pandang masalah yang gue dapet dari film yang diadaptasi dari novel dengan judul yang sama ini. Penasaran? Baca aja sampai selesai, ya! Dear Nathan Hello Salma ini merupakan film sekuel dari film Dear Nathan . Film ini menceritakan tentang hubungan Nathan (Jefri Nichol) dan Salma (Amanda Rawles) yang penuh dengan konflik dan terancam berakhir. Kehadiran tokoh baru seperti Rebecca (Susan Sameh), Papa Salma (Gito Gilas), dan Ridho (Devano Danendra) membuat konflik mereka penuh drama. Gue nggak mau menceritakan sinopsis karena itu udah terlalu mainstream . Yang mau gue bahas adalah salah satu sudut pandang yang menarik dari film ini, yaitu mental illness . Kalia