Langsung ke konten utama

Habis Kuliah Mau Ke Mana?

Hai, semua! Selamat segala waktu.

Udah hampir sebulan ini gue libur di rumah. Sebenarnya nggak bener-bener libur sih, karena waktu itu masih ada tanggungan satu tugas. Terus, baru aja kemaren Selasa dikasih tugas dadakan sama dosen yang terkenal killer di jurusan gue. Selain itu, gue harus tetep ngurus satu project di UKM gue. Tapi, orang tua gue taunya gue cuma tidur-makan-main HP gitu terus di rumah. Mereka nggak tau aja ini pikiran fokus ke gimana tim gue kerjain project-nya nanti hhmm.

Nah, berhubung gue udah sampai di pertengahan jalan kuliah (kalau lulus tepat waktu, aamiin) dan orang tua gue taunya gue gabut, pada suatu hari pun mereka menanyakan sesuatu tentang masa depan gue. Bukan, bukan tentang kapan nikah dan sama siapa kok. Mereka bertanya, habis kuliah ini gue mau ke mana? Maksudnya, gue mau terjun ke mana, kerja di bidang apa, tinggal di mana, dan lain-lain. Pertanyaan itu secara nggak langsung membebani gue. Yaa walaupun gue tau, maksud orang tua gue nggak mungkin sekejam itu.

Gue bukan tipe orang yang berpikir jangka panjang. Oh, bukan. Gimana ya jelasinnya? Gue punya rencana ke depannya, tapi nggak sampai sejauh itu. Gue lebih suka bikin rencana yang step by step. Satu terlaksana, lanjut ke rencana lain. Gitu terus sampai semua rencana gue terpenuhi. Gue nggak bisa loncat jauh sampai ke level yang itu nggak masuk ke rencana gue dalam waktu dekat. Gue lebih suka memenuhi target gue satu-satu sebagai bekal untuk target selanjutnya.

Pertanyaan yang paling bikin gue mikir adalah: setelah lulus nanti, gue pengen menetap di perantauan atau balik kandang. Sebenarnya itu antara penting dan nggak penting sih. Gue bisa aja menetap kalau gue udah punya 'pegangan hidup'. Gue juga bisa aja balik kandang kalau apa yang gue kerjain di sana adalah hal yang gue sukai. Sesederhana itu sebenarnya. Tapi kalau emang gue disuruh milih, gue lebih milih untuk menetap. Gue pengen kandang gue adalah tempat gue untuk 'pulang', bukan untuk bekerja atau apapun. Selain itu, banyak faktor lain yang gue pertimbangin kenapa gue kurang sreg bekerja di kandang gue. Mungkin nggak bisa gue share ke sini karena takutnya ada beberapa pihak yang tersinggung.

Orang tua gue juga mulai nanyain, gue mau magang di mana, magang buat cari penghasilan atau pengalaman, dan lain-lain yang berkaitan dengan pekerjaan. Udah jelas goal gue tentang menjadi guru kemungkinan tercapainya kecil banget karena jurusan gue adalah jurusan ilmu murni, bukan pendidikan. Berbagai cara gue lakuin biar gue bisa ngerasain gimana rasanya jadi guru, salah satunya dengan jadi volunteer pengajar di salah satu proker BEM kampus. Soal nanti gue mau jadi apa, gue udah nyiapin rencana lain yang mungkin belum bisa gue bagiin ke orang lain, bahkan ke orang tua gue sekalipun.

Mungkin ini jadi satu-satunya kegelisahan gue di pertengahan jalan kuliah ini. Gue udah nggak terlalu mikirin IP karena gue takutnya kalau gue terlalu ambis ngejar IP, gue nggak punya soft skill lain di luar kuliah. Gue sekarang lebih suka ngurus organisasi, bikin project, jadi volunteer, ikut kepanitiaan, dan lain-lain yang bikin gue tau dunia luar dan kenal berbagai karakter orang. Namun, ketika ditanyain soal magang atau kerja, rasanya gue kayak disadarin lagi kalau hidup ini nggak soal senang-senang belaka.

Kenapa nggak diseimbangin aja? Hhmm..jujur, manajemen waktu gue buruk banget. Gue masih sayang banget sama yang namanya waktu tidur. Gue punya pikiran kalau gue kurang tidur, nanti gue jatuh sakit, terus gue nggak bisa ngelakuin apa-apa. Itu yang bikin gue terlalu nyaman main di zona gue. Makanya, gue lebih realistis buat menghadapi kehidupan daripada harus jadi idealis buat mikirin apa yang akan gue kerjain bertahun-tahun kemudian. Gue nggak tau apakah itu baik atau buruk. Tapi selama gue baik-baik aja, gue yakin gue bisa menghadapi atau beradaptasi sama apapun di luar sana.

Sementara itu, ada banyak goal gue yang belum tercapai selama kuliah ini. Padahal, waktu gue tinggal dua tahun. Gue harus memilih dan memilah mana yang bisa gue realisasikan dan mana yang harus gue relakan. Sejauh ini sih, alhamdulilah hampir semua tercapai. Jadi kemungkinan gue masih punya sisa waktu buat merealisasikan yang lain. Makanya pas ditanya soal magang, gue langsung mikir, goal gue yang mau gue realisasikan ini gimana nasibnya nanti?

Gue bersyukur karena orang tua gue nggak cuma bertanya, tapi juga mengarahkan, bahkan memberi rekomendasi. Tapi dalam hati kecil gue, belum saatnya gue memenuhi arahan itu. Hal ini bikin gue dilema banget: apakah gue harus memenuhi goal gue atau mengerjakan arahan orang tua aja. Di titik ini kadang butuh teman buat diskusi yang nggak cuma sekadar menghakimi dengan ngomong "lo harus gini, lo harus gitu", tapi juga mau mendengarkan.

Oke, sekian catatan dua tahun kuliah gue yang isinya kegelisahan dan kedilemaan ini wkwk. Gue nggak tau apakah ini wajar dialami oleh mahasiswa yang udah setengah jalan kayak gue atau cuma gue aja yang ngerasain. Gue cuma mau berbagi keresahan aja. Gue bakal seneng kalau kalian mau ngasih feedback atau masukan dengan ngirim email atau chat gue kalau emang kenal deket.

Makasih udah mampir untuk membaca. Sampai jumpa di ruang selanjutnya dan selamat segala waktu!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Setelah Tiga Kali Gagal Nonton Show Cerita Cintaku Raditya Dika, Akhirnya...

Hai, semuanya! Selamat segala waktu. Kalian tahu special show -nya Bang Raditya Dika yang tajuknya Cerita Cintaku, nggak? Itu, tuh, yang sering jadi trending di Youtube. Videonya sih cuma tentang Bang Dika pas baca dan roasting cerita cintanya penonton sih, karena emang Bang Dika kayaknya nggak mau menggunggah show -nya secara lengkap. Jadi, bisa dibilang kalau stand up comedy -nya Bang Dika tahun ini tuh beda dari tahun-tahun sebelumnya. Setiap tahun Bang Dika biasanya selalu menggunggah SUCRD di Youtube, tapi tahun ini tour special show -nya itu videonya dijual di website Cerita Cintaku. Kalian cek aja sendiri deh, kalau gue sertain hyperlink -nya di sini ntar disangkain ngendorse, heuheu . Gue sebagai.. ya, bisa dikatakan penggemarnya Bang Dika, pastinya merasa antusias dengan show ini dong. Apalagi, menurut gue harga tiketnya bisa dibilang terjangkau untuk ukuran komika level Raditya Dika. Namun, keantusiasan gue ini juga diiringi dengan rasa males dan gampang lupanya gue b

Catatan Aksi 24 September 2019

Halo, semuanya! Selamat segala waktu. Dua hari yang lalu, tepatnya 23 September 2019, beberapa daerah di Indonesia mengadakan aksi mahasiswa, ada Jogja dengan #GejayanMemanggil, ada Solo dengan #BengawanMelawan, ada Surabaya dengan #SurabayaMenggugat, dan lain-lain. Aksi-aksi tersebut dilakukan dalam rangka menggugat agar diadakannya revisi UU KPK dan menolak RKUHP. Para demonstran didominasi oleh mahasiswa dari berbagai kampus. Sebelumnya, minggu lalu, tepatnya Selasa, 17 September, telah diadakan aksi serupa. Namun, aksi tersebut fokus pada penolakan RUU KPK dan RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual). Aksi tersebut dinamai dengan aksi Reformasi Dikorupsi dan diadakan di depan Gedung DPR/MPR. Kemarin. Selasa, 24 September, telah berlangsung aksi besar-besaran yang diikuti oleh seluruh mahasiswa di Jakarta dan sekitarnya. Terdapat puluhan kampus yang bergabung dalam aksi Tuntaskan Reformasi tersebut. Bisa dibilang, aksi ini lebih besar dari aksi sebelumnya karena bertepat

IWD 2020 #EachForEqual: Karena Wanita Tak Hanya Sekadar Ingin Dimengerti

Jadi perempuan itu bagaikan dua sisi koin. Di satu sisi, perempuan itu punya privilese untuk dijaga, dilindungi, diperlakukan dengan lembut, dan diagungkan kecantikannya. Namun, di sisi lain, privilese itu bisa saja jadi lingkaran setan bagi mereka. Harus dijaga dan dilindungi, nanti dianggap lemah. Harus diperlakukan dengan lembut, nanti dianggap manja. Diagungkan kecantikannya, akhirnya muncul standar kecantikan yang dikompetisikan. Jadi perempuan itu (katanya) harus serba bisa. Bisa sekolah tinggi dan cari uang sendiri akan dianggap pandai. Namun, kerjaan rumah harus tetap selesai, mengurus anak tak boleh lalai, dan menyenangkan suami di ranjang harus piawai. Sayangnya, jadi perempuan itu punya banyak risiko: jadi korban marginalisasi dan subordinasi, jadi objek seksualitas, suaranya kurang didengar, didiskriminasi, dibatasi ruang geraknya, dan resiko lain yang mewarnai hidupnya. Perempuan dituntut untuk manut . Dilarang membangkang, apalagi memberontak. Kebebasan seakan