Hai, semuanya. Selamat segala waktu.
Tiga ratus enam puluh
hari sudah selesai kita lalui. Apa yang membuat bahagia, patut untuk
dipertahankan. Apa yang menyakitkan, sebaiknya diabaikan dan dijadikan
pelajaran. Semua yang terjadi pasti beralasan, ada sebab akibat di baliknya. Waktunya
mengambil langkah baru, menuju dekade selanjutnya yang (semoga) lebih baik.
Gimana 2019 kalian? Menyenangkan?
Menyedihkan? Memuakkan? Atau gimana? Apapun itu, semoga hidup kalian saat ini masih
baik-baik saja, ya. Semoga kalian tetap dalam keadaan sehat, tidak dirundung
masalah besar, dikelilingi orang-orang baik, dan yang paling penting selalu
bahagia.
Gimana 2019 gue? Hehe, sorry to say, but 2019 is fucking hard for
me. Masalah nggak pernah absen datang di hidup gue. Satu selesai, satunya
lagi datang. Mereka nggak pernah lelah buat bikin gue menyerah. Mereka nggak
pernah capek buat bikin gue demotivasi, berhenti menjalani hidup, apapun itu. Masalah-masalah
itu seakan ingin jadi teman baik gue.
Paragraf di atas mungkin
memang terlalu mendramatisasi, seakan gue orang paling menyedihkan di dunia. Tapi
serius, gue rasa, 2019 ini beraaaaaaatttt banget. Enam bulan pertama mungkin
baik-baik aja, semua berjalan sesuai apa yang gue ekspektasikan. Masalah yang
datang nggak terlalu mengganggu. Namun, enam bulan selanjutnya, masalah itu
datang bertubi-tubi tanpa ngasih gue kesempatan buat napas bentar. Titik puncaknya
justru ketika gue menyentuh usia 21 tahun. Kayak, surprise motherfcker! Selamat ulang tahun, selamat menikmati
rangkaian masalah di depan mata.
Mari, gue ceritakan
satu-persatu. Tapi, tolong, jangan bandingin masalah gue sama masalah kalian,
ya. Seseorang pernah ngomong ke gue, masalah tetep masalah, nggak bisa kita
bandingin. Awalnya gue menyanggah karena gue pikir dengan membandingkan masalah
gue dengan masalah orang lain, gue bisa lebih bersyukur. Ternyata, dia benar. Gue
jadi mikir, masalah masing-masing orang beda-beda, sesuai porsinya
masing-masing, dan bukan hal yang pantas untuk dikompetisikan.
Tahun ini, dengan sangat
menyedihkan, gue nggak dapet beasiswa satu pun. Gue pernah melewatkan satu beasiswa
yang sangat berpeluangan bisa gue dapetin. Saat itu, fakultas gue lagi libur,
jadi gue nggak bisa ngambil surat gue sebagai syarat beasiswanya. Gue kecewa banget.
Kalau aja gue lebih cepet ngurusnya, gue nggak bakal ngelewatin beasiswa itu. Dari
kejadian itu, gue jadi demotivasi ngajuin beasiswa lagi.
Gue mengalami beberapa
masalah di organisasi gue karena gue (dengan terpaksa) harus memenuhi ekspektasi
orang-orang di dalamnya. Oke, sebenarnya gue nggak bisa menyalahkan orang-orang
itu. Toh, ekspektasi mereka sebenarnya salah satu target gue di organisasi itu.
Tapi, karena gue lebih tau keadaan internal tim gue, gue jadi mikir ulang buat
memenuhi target itu. Namun, lagi-lagi, karena ekspektasi orang-orang yang nggak
tau tentang kami, akhirnya kami memenuhi target itu dengan malas-malasan. Hasilnya?
Gue kecewa. Pekerjaan kami selesai tidak pada waktunya.
Puncaknya adalah beberapa
hari setelah gue ulang tahun. Bisa dibilang, itu masalah pertama gue di usia 21
tahun. Dengan gampangnya, gue kena tipu. Setengah dari tabungan gue raib. Gue nggak
akan nulis kronologinya di sini karena jujur aja gue nggak mau inget-inget
kejadian itu lagi. Gue merasa bodoh banget bisa sampai kayak gitu. Gue udah ngelaporin
masalah ini ke pihak berwajib, tapi sampai sekarang nggak ada kelanjutan lagi
dari mereka.
Gue selalu menutupi
masalah itu saking malunya, cuma cowok gue yang tau. Baru kemarin gue berani
ngomong ke orang tua gue dan bikin gue nangis lagi saking sakitnya masalah itu gue
korek lagi. Kerugiannya emang nggak seberapa, tapi gue sakit hati, harusnya
uang itu bisa gue pakai buat hal-hal yang udah gue rencanain. Gue sampai nggak
kuliah dua hari, di kos cuma nangis mulu, nafsu makan turun, dan akhirnya
sakit. Buat kalian, tolong lebih hati-hati, ya. Kalian nggak pernah tau kapan
orang iseng datang ke kalian dan merugikan kalian secara materi. Lebih waspada
aja, oke?
Jangan ngomongin masalah
mulu deh wkwk, gue jadi sedih nih. Gue belajar buat ngerti bahwa semua itu
pasti ada sebab akibatnya, ada pelajarannya, dan Allah pasti ngasih jalan lain.
Soal beasiswa, pas gue lagi sedih-sedihnya karena nggak dapet, gue dapet
tawaran buat jadi pengawas Simak UI. Fee-nya
emang nggak seberapa kalau dibandingin sama uang beasiswa itu, tapi seenggaknya
gue ada kegiatan lain yang bikin gue lupa sama masalah itu. Soal masalah di
organisasi, gue jadi belajar bahwa sebaiknya gue nggak memenuhi ekspektasi
orang kalau emang gue nggak sanggup dari awal. Gue juga belajar buat nggak
menuntut orang ini-itu, karena dituntut emang nggak enak. Soal kena tipu, gue belajar
buat lebih ikhlas dan lebih hati-hati lagi sama orang baru. Gue percaya Allah
nggak tidur, biar Allah aja yang ngasih balasannya. Gue jadi belajar juga kalau
lebih baik gue nggak nyimpen uang dalam waktu lama dan nggak boleh pelit sama
diri sendiri. Yaa… walaupun emang gue belum dapet gantinya sih hehe.
Selain pembelajaran, gue
juga sadar bahwa ada hal yang harus gue syukuri. Resolusi 2019 gue 75%
terlaksana. Ada tiga kepanitiaan yang menjadi target gue tahun ini dan yang
nggak tercapai cuma satu. Gue juga mampu menjalankan dua kewajiban di
organisasi dan kepanitiaan jurusan dengan baik. Kuliah gue alhamdulillah lancar. Gue berhasil ngelewatin 48 SKS dengan aman,
walaupun buat semester ini hasilnya belum keluar sih hehe. Intinya, di balik
semua masalah tadi, gue tetap bersyukur karena banyak hal yang bisa gue
pelajari yang bisa gue jadikan bekal untuk dekade selanjutnya. Oh iya, gue juga
bersyukur karena gue masih sama orang itu.
Tanpa dia, gue nggak tau apakah gue akan sekuat itu menghadapi semua masalah itu.
Jadi, gimana 2019 kalian?
2019 gue memuakkan, tapi gue jadi belajar banyak hal. Semoga 2019 juga
mengajarkan kalian banyak hal, ya. Selamat tahun baru, selamat membuat rencana baru,
selamat menghadapi masalah baru. Semoga kalian tetap kuat dan tangguh, ya^^
Komentar
Posting Komentar