Langsung ke konten utama

Prospek Kerjanya Apa, Kak?

Halo, semuanya! Selamat segala waktu!

Untuk kedua kalinya, liburan semester ganjil gue disibukkan dengan kegiatan sosialisasi kampus. Dari hari Senin sampai Jumat, gue dan temen-temen menyosialisasikan universitas kami dari satu sekolah ke sekolah lain. Kegiatan ini berlangsung sekitar dua Minggu. Selama itu, kami bertemu dengan anak-anak kelas 12 dengan berbagai karakter. Ada yg sangat antusias menyambut kami, ada juga yang sangat malas bahkan nggak mendengarkan pemaparan kami. Yaa, itu sedikit mengingatkan kami tentang masa SMA kami dulu sih, hehe.

Entah kenapa, kegiatan ini terasa berbeda dari tahun kemarin. Gue ngerasa kalau kami bisa lebih dekat dengan anak-anak kelas 12-nya. Kami mengadakan mentoring, mendengarkan keluh kesah mereka secara langsung, dan memberikan masukan sesuai dengan pengalaman kami. Selain itu, gue rasa mereka lebih antusias untuk kuliah daripada peserta tahun lalu. Walaupun mereka kalah banyak dari peserta tahun lalu sih, tapi keantusiasan mereka lebih terlihat.

Banyak pertanyaan yang mereka lontarkan kepada kami. Entah kenapa, pertanyaan yang sering mereka tanyakan adalah tentang prospek kerja. Temen-temen gue dari jurusan yang yahh.. katakanlah punya prospek kerja yang jelas bisa ngejelasin dengan mudah. Sementara gue, mahasiswi Sastra Indonesia--bukan sastra sih sebenernya, tapi Program Studi Indonesia--harus bisa cari bahan ngeles biar jurusan gue tampak menarik di mata mereka. Yaaa.. kalian tau lah, jurusan yang berbau sastra, seni, dan kawan-kawannya selalu terlihat nggak punya proses kerja di mata banyak orang.

Jujur, ketika gue milih jurusan Sastra Indonesia, nggak pernah sedikit pun gue mikir bakal kerja apa gue nanti. Awalnya gue pengen jadi guru. Tapi gara-gara jurusan gue adalah jurusan ilmu murni, peluang buat jadi guru (guru di sini maksudnya guru yang ngajar di sekolah formal) sangat kecil. Kalaupun gue pengen ngajar, opsinya adalah gue kuliah sampai minimal S2 biar bisa jadi dosen. Tapi balik lagi, gue nggak mau jadi dosen, maunya jadi guru. Sejak gue tau peluangnya kecil, gue mencoba cari alternatif lain biar setelah lulus nanti gue bisa kerja.

Selama kuliah tiga semester, gue semakin terbuka dengan yang namanya prospek kerja. Prospek kerja ini nggak cuma kita yang mencari, kita juga bisa dicari. Bahkan, kita juga bisa menciptakan prospek kerja itu. Gue contohin satu: pas kuliah ikutan organisasi atau kepanitiaan buat nambah pengalaman dan koneksi. Ini ngaruh banget karena ketika kalian ada di dalamnya, kalian akan bertemu dengan banyak orang. Selain itu, kalau kalian punya kemampuan lebih, kalian bakal ditawarin lebih pula, misal dikasih jabatan lebih tinggi di organisasi/kepanitiaan kalian atau ditawarin magang di suatu tempat.

Selain itu, yang gue sadari selama berkuliah di program studi Indonesia adalah gue bisa jadi apapun yang gue mau. Jurusan gue emang bukan jurusan profesi, tapi jurusan gue bisa diaplikasikan ke banyak hal. Di bidang penulisan, gue bisa jadi penulis, editor, atau penerbit. Di bidang perfilman atau pentas teater, gue bisa jadi sutradara, penulis skenario, atau pemain. Di bidang jurnalistik, gue bisa jadi wartawan atau fotografer. Gue juga bisa bikin platform atau start-up yang berkaitan dengan sastra atau kebahasaan. Jadi, kalau gue pengen kerja setelah lulus nanti, gue nggak perlu nunggu lulus S2 gitu loh, karena gue rasa dengan ijazah S1 gue bisa jadi apapun yang gue inginkan selama mau belajar dan bisa baca peluang.

Berkaitan dengan prospek kerja, sekarang ini gue lihat lagi tren kuliah di kedinasan. Banyak banget lulusan SMA yang setidaknya mencoba ikut tes kedinasan, kali aja kecantol. Mereka (dan orang tuanya terutama) berpikir bahwa kuliah di kedinasan tuh nggak perlu ribet. Uang kuliah gratis, habis lulus langsung dapet kerja. Kuliah di perguruan tinggi pun jadi kurang diminati. Ini jadi bukti bahwa anak-anak sekarang tuh orientasinya udah di dunia kerja.

Melihat kondisi tersebut, gue sebagai mahasiswi yang biasa-biasa aja cuma bisa ketawa wkwk. Gadeng. Bagus aja sih kalau mereka udah berorientasi jauh ke depan, tapi gimana yaa.. Menurut gue, kerjaan tuh bisa dipikirin sambil jalan gitu loh. Mending kalian ikutin passion atau hal-hal yang kalian suka daripada mikir hal-hal yang jauh dari kemampuan kalian. Kalau kalian kuliah sesuai passion, yakin deh sama gue, kerja tuh bisa gampang banget kalian dapetin. Bahkan, bisa kalian ciptain sendiri. Percuma kalian buang waktu selama tiga sampai lima tahun kalau pas kuliah pikirannya cuma cari kerjaaaa mulu. Kalian kuliah buat cari ilmu woi, bukan buat cari kerja. Kerja mah setelah kalian lulus SMA juga bisa. Justru di dunia perkuliahan itu kalian bisa mengembangkan softskill lagian. Jadi seneng-senengin aja masa kuliahnya.

Tulisan ini berdasarkan pendapat dan pemikiran gue, ya. Gue yakin setiap orang punya pemikiran masing-masing. Gue juga nggak berniat untuk menjatuhkan jurusan tertentu dan mengunggulkan jurusan gue. Gue cuma mau berbagi pemikiran gue tentang apa yang gue rasain selama berkuliah di jurusan yang seringkali dianggap remeh. Pilihan terakhirnya ada di tangan kalian.

Baiklah, sekian tulisan di ruang kali ini. Terima kasih sudah meluangkan waktu buat membaca ini. Sampai jumpa di ruang selanjutnya dan selamat segala waktu!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Setelah Tiga Kali Gagal Nonton Show Cerita Cintaku Raditya Dika, Akhirnya...

Hai, semuanya! Selamat segala waktu. Kalian tahu special show -nya Bang Raditya Dika yang tajuknya Cerita Cintaku, nggak? Itu, tuh, yang sering jadi trending di Youtube. Videonya sih cuma tentang Bang Dika pas baca dan roasting cerita cintanya penonton sih, karena emang Bang Dika kayaknya nggak mau menggunggah show -nya secara lengkap. Jadi, bisa dibilang kalau stand up comedy -nya Bang Dika tahun ini tuh beda dari tahun-tahun sebelumnya. Setiap tahun Bang Dika biasanya selalu menggunggah SUCRD di Youtube, tapi tahun ini tour special show -nya itu videonya dijual di website Cerita Cintaku. Kalian cek aja sendiri deh, kalau gue sertain hyperlink -nya di sini ntar disangkain ngendorse, heuheu . Gue sebagai.. ya, bisa dikatakan penggemarnya Bang Dika, pastinya merasa antusias dengan show ini dong. Apalagi, menurut gue harga tiketnya bisa dibilang terjangkau untuk ukuran komika level Raditya Dika. Namun, keantusiasan gue ini juga diiringi dengan rasa males dan gampang lupanya gue b

Catatan Aksi 24 September 2019

Halo, semuanya! Selamat segala waktu. Dua hari yang lalu, tepatnya 23 September 2019, beberapa daerah di Indonesia mengadakan aksi mahasiswa, ada Jogja dengan #GejayanMemanggil, ada Solo dengan #BengawanMelawan, ada Surabaya dengan #SurabayaMenggugat, dan lain-lain. Aksi-aksi tersebut dilakukan dalam rangka menggugat agar diadakannya revisi UU KPK dan menolak RKUHP. Para demonstran didominasi oleh mahasiswa dari berbagai kampus. Sebelumnya, minggu lalu, tepatnya Selasa, 17 September, telah diadakan aksi serupa. Namun, aksi tersebut fokus pada penolakan RUU KPK dan RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual). Aksi tersebut dinamai dengan aksi Reformasi Dikorupsi dan diadakan di depan Gedung DPR/MPR. Kemarin. Selasa, 24 September, telah berlangsung aksi besar-besaran yang diikuti oleh seluruh mahasiswa di Jakarta dan sekitarnya. Terdapat puluhan kampus yang bergabung dalam aksi Tuntaskan Reformasi tersebut. Bisa dibilang, aksi ini lebih besar dari aksi sebelumnya karena bertepat

IWD 2020 #EachForEqual: Karena Wanita Tak Hanya Sekadar Ingin Dimengerti

Jadi perempuan itu bagaikan dua sisi koin. Di satu sisi, perempuan itu punya privilese untuk dijaga, dilindungi, diperlakukan dengan lembut, dan diagungkan kecantikannya. Namun, di sisi lain, privilese itu bisa saja jadi lingkaran setan bagi mereka. Harus dijaga dan dilindungi, nanti dianggap lemah. Harus diperlakukan dengan lembut, nanti dianggap manja. Diagungkan kecantikannya, akhirnya muncul standar kecantikan yang dikompetisikan. Jadi perempuan itu (katanya) harus serba bisa. Bisa sekolah tinggi dan cari uang sendiri akan dianggap pandai. Namun, kerjaan rumah harus tetap selesai, mengurus anak tak boleh lalai, dan menyenangkan suami di ranjang harus piawai. Sayangnya, jadi perempuan itu punya banyak risiko: jadi korban marginalisasi dan subordinasi, jadi objek seksualitas, suaranya kurang didengar, didiskriminasi, dibatasi ruang geraknya, dan resiko lain yang mewarnai hidupnya. Perempuan dituntut untuk manut . Dilarang membangkang, apalagi memberontak. Kebebasan seakan