Langsung ke konten utama

2019 Ganti Apa?

Hai, semuanya! Selamat segala waktu!

2019 tinggal hitungan jam nih. Kita tau sendiri bahwa 2019 tuh identik dengan tagar 2019ganti blablabla. Bukan mau kampanye atau apa, 2019 mah emang harus ganti sesuatu. Ganti apapun boleh lah, termasuk ganti resolusi.

Sebelum membuat resolusi, ada baiknya kita flashback sedikit tentang apa yang udah dan belum kita capai di tahun 2018. Di ruang kali ini, gue bakal bikin blog rewind 2018 versi gue. Terkesan dipaksain emang karena pada umumnya orang-orang taunya Youtube rewind wkwk. Tapi gapapa, sedikit beda lebih baik daripada sedikit lebih bagus (ini gue lupa quote-nya siapa, yang merasa punya quote ini gue izin ngutip yaa).

Bisa dibilang, 2018 ini tahun yang berkesan buat gue. Karena apa? Karena pada tahun ini, blog gue bisa aktif lagi yuhuuuu. Pada awalnya, gue pengennya blog ini bisa full bahasa Indonesia. Namun, pada akhirnya gue campur juga pake bahasa Inggris. Hehe, maapkeun. Namanya juga anak muda, lagi labil-labilnya. Walaupun begitu, gue tetep berusaha biar tulisan ini bisa kalian pahami. Kan, aku baik:)

Pencapaian lain yang udah gue capai di tahun 2018 ini adalah gue berhasil ikut kepanitiaan yang udah gue idam-idamkan sejak maba. Jadi tuh, di fakultas gue, ada dua kepanitiaan yang bergerak di bidang sosial masyarakat gitu. Nah, dua kepanitiaan ini sama-sama ada pas semester 3 kemarin. Agak keteteran sih emang, tapi Alhamdulillah gue bisa ngelewatin itu semua. Dari dua kepanitiaan tersebut, ada satu dua hal yang bisa gue petik: kepedulian dan kemanusiaan. Nggak tau kenapa ya, ikut kepanitiaan sejenis itu nagih banget. Semoga aja bisa ikutan lagi 2019 nanti hehe.

Selain itu, tahun ini gue dapet kesempatan buat main drama. Bener-bener kegiatan di luar zona nyaman gue sumpah! Gue main drama ini dalam rangka tugas akhir dari salah satu mata kuliah gue. Peran gue nggak susah sih, cuma jadi ibu-ibu Jawa. Tapi latihannya itu loh, menguras tenaga banget. Bukan menguras tenaga fisik, tapi tenaga pikiran. Ini juga bukan kemauan gue sebenernya. Tapi karena ini buat angkatan gue, yaudah gue mau. Toh, hasilnya memuaskan kok. Banyak yang nggak nyangka gue bisa akting se'jawa' itu. Padahal kan gue orang Jawa tulen yak wkwk.

Satu lagi yang sebenarnya nggak terlalu penting tapi sangat berkesan. Tahun ini adalah pertama kalinya gue ngejalin hubungan sama cowok selama genap satu tahun! Ini pertama kalinya juga buat doi. Padahal ya, permasalahan tuh nggak pernah absen di antara gue dan doi. Beberapa kali juga gue atau doi bilang pengen putus. Tapi karena prinsip 'yaudah jalanin aja', kami bisa bertahan sampai lewat 12 bulan. Semoga aja 2019 nanti ada episode yang lebih baik lagi.

Di antara banyak pencapaian dan pengalaman menyenangkan gue pada 2018 ini, ada satu hal yang bikin gue sedih. Jadi, pada penghujung 2017 lalu, gue kan bikin beberapa resolusi tuh. Nah, sepanjang 2018, gue cuma bisa merealisasikan 5 dari 10 resolusi gue. Ya emang lumayan sih bisa merealisasikan setengahnya, tapi apa yaa.. sedih aja gitu kenapa nggak bisa semuanya.

Salah satu resolusi gue yang nggak tercapai adalah menghidupkan Youtube gue lagi. Kendala utamanya adalah waktu. Gue belum bisa ngatur waktu buat bikin project lagi. Belum kepikiran sih nanti 2019 mau mewujudkan itu atau nggak, karena gue punya project lain di kegiatan ekstrakampus yang gue ikuti. Alhamdulillah, tahun depan gue dikasih tanggung jawab buat jadi pemimpin redaksi di produk buletin UKM gue. Jadi, tahun depan gue musti bekerja keras buat ngatur waktu antara akademik, kegiatan ekstrakampus, quality time bareng doi, dan yang paling penting nyisain waktu buat me time.

Nah, itulah blog rewind 2018 versi gue. Jujur, gue belum tau mau bikin resolusi apa buat 2019 nanti. Tapi yang jelas, gue udah nyiapin resolusi buat Ruang Retorik ini. Gue bakal buka dua ruang yang baru: Ruang Cerita dan Ruang Puisi. Kan gue anak sastra ya, masa iya nggak bikin karya tulis semacam cerpen dan puisi sama sekali. Khusus yang Ruang Cerita, nanti isinya nggak cuma cerpen, tapi ada dialog juga. Jadi jatuhnya kayak skenario gitu. Intinya, gue pengen blog gue ini jadi ruang buat gue berkarya.

Nggak mau ganti nama blog, gitu?
Hehe.. gimana, ya? Nama dan isi blog gue makin lama emang nggak ada korelasinya sih. Gue menamai blog gue Ruang Retorik karena gue pengen menulis tentang apa yang gue pertanyakan dan pertanyaan itu nggak ada jawabannya (retorika). Gue berusaha buat nggak nulis curhatan karena itu terlalu privasi. Apapun yang gue bagi di sini adalah tentang apa yang gue pikirkan atau pengalaman gue yang bisa dikaitkan dengan hal lain. Tapi yaa.. mau gimana lagi, kalau kata Romeo kan, "Apalah arti sebuah nama?" Jadi, selama nama blog ini nggak menimbulkan masalah, gue bakal tetep pakai nama Ruang Retorik.

Baik, cukup sekian tulisan terakhir gue pada 2018 ini. Selamat merenungkan apa yang telah kalian lewati pada 2018 kemarin dan selamat membuat resolusi yang baru. Terakhir, selamat tahun baru.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Setelah Tiga Kali Gagal Nonton Show Cerita Cintaku Raditya Dika, Akhirnya...

Hai, semuanya! Selamat segala waktu. Kalian tahu special show -nya Bang Raditya Dika yang tajuknya Cerita Cintaku, nggak? Itu, tuh, yang sering jadi trending di Youtube. Videonya sih cuma tentang Bang Dika pas baca dan roasting cerita cintanya penonton sih, karena emang Bang Dika kayaknya nggak mau menggunggah show -nya secara lengkap. Jadi, bisa dibilang kalau stand up comedy -nya Bang Dika tahun ini tuh beda dari tahun-tahun sebelumnya. Setiap tahun Bang Dika biasanya selalu menggunggah SUCRD di Youtube, tapi tahun ini tour special show -nya itu videonya dijual di website Cerita Cintaku. Kalian cek aja sendiri deh, kalau gue sertain hyperlink -nya di sini ntar disangkain ngendorse, heuheu . Gue sebagai.. ya, bisa dikatakan penggemarnya Bang Dika, pastinya merasa antusias dengan show ini dong. Apalagi, menurut gue harga tiketnya bisa dibilang terjangkau untuk ukuran komika level Raditya Dika. Namun, keantusiasan gue ini juga diiringi dengan rasa males dan gampang lupanya gue b

Catatan Aksi 24 September 2019

Halo, semuanya! Selamat segala waktu. Dua hari yang lalu, tepatnya 23 September 2019, beberapa daerah di Indonesia mengadakan aksi mahasiswa, ada Jogja dengan #GejayanMemanggil, ada Solo dengan #BengawanMelawan, ada Surabaya dengan #SurabayaMenggugat, dan lain-lain. Aksi-aksi tersebut dilakukan dalam rangka menggugat agar diadakannya revisi UU KPK dan menolak RKUHP. Para demonstran didominasi oleh mahasiswa dari berbagai kampus. Sebelumnya, minggu lalu, tepatnya Selasa, 17 September, telah diadakan aksi serupa. Namun, aksi tersebut fokus pada penolakan RUU KPK dan RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual). Aksi tersebut dinamai dengan aksi Reformasi Dikorupsi dan diadakan di depan Gedung DPR/MPR. Kemarin. Selasa, 24 September, telah berlangsung aksi besar-besaran yang diikuti oleh seluruh mahasiswa di Jakarta dan sekitarnya. Terdapat puluhan kampus yang bergabung dalam aksi Tuntaskan Reformasi tersebut. Bisa dibilang, aksi ini lebih besar dari aksi sebelumnya karena bertepat

IWD 2020 #EachForEqual: Karena Wanita Tak Hanya Sekadar Ingin Dimengerti

Jadi perempuan itu bagaikan dua sisi koin. Di satu sisi, perempuan itu punya privilese untuk dijaga, dilindungi, diperlakukan dengan lembut, dan diagungkan kecantikannya. Namun, di sisi lain, privilese itu bisa saja jadi lingkaran setan bagi mereka. Harus dijaga dan dilindungi, nanti dianggap lemah. Harus diperlakukan dengan lembut, nanti dianggap manja. Diagungkan kecantikannya, akhirnya muncul standar kecantikan yang dikompetisikan. Jadi perempuan itu (katanya) harus serba bisa. Bisa sekolah tinggi dan cari uang sendiri akan dianggap pandai. Namun, kerjaan rumah harus tetap selesai, mengurus anak tak boleh lalai, dan menyenangkan suami di ranjang harus piawai. Sayangnya, jadi perempuan itu punya banyak risiko: jadi korban marginalisasi dan subordinasi, jadi objek seksualitas, suaranya kurang didengar, didiskriminasi, dibatasi ruang geraknya, dan resiko lain yang mewarnai hidupnya. Perempuan dituntut untuk manut . Dilarang membangkang, apalagi memberontak. Kebebasan seakan