Langsung ke konten utama

Problematika Kesendirian

Hai, semua. Selamat segala waktu!

Sendiri. Ada nggak, di antara kalian yang suka sendiri? Suka menyendiri gitu. Saking suka sendirinya, kalian kemana-mana sendiri dan nggak takut buat sendirian walaupun jalanan lagi sepi atau pas malem hari. Nggak jarang orang ngeliat aneh ke kalian. Tatapan mereka tuh seakan berkata, "Nih anak ngapain dah sendiri mulu? Nggak punya temen kali, ya?"

Nggak tau kenapa, gue punya kecenderungan suka menyendiri. Nggak bikin gerombolan aneh-aneh, nggak suka nongkrong di kantin bareng orang banyak, atau ngelakuin sesuatu rame-rame. Gue lebih suka jalan kaki sendirian, duduk-duduk doang sambil main ponsel, ke perpustakaan sendiri walaupun cuma numpang wifi-an, atau apapun itu pokoknya sendiri. Bahkan, pas lagi di tempat rame pun, kadang gue merasa sendiri. Paradoks emang hidup gue ini.

Eett, tapi jangan sebut gue antisosial ya. Gue tau gimana caranya bersosialisasi dengan baik kok. Gue tau gimana harus sopan santun ke orang yang lebih tua, caranya ngobrol sama orang yang lebih muda, dan gue juga tau gimana caranya menghadapi anak kecil. Gue pun tau caranya mengutarakan pendapat pas lagi rapat atau sekedar debat kecil-kecilan sama temen.

Gue nggak tau kenapa, tapi setiap gue barengan sama orang banyak, gue jadi gampang capek. Serius! Gue nggak bohong. Gue kayak banyak ngeluarin tenaga buat ketawa, senyum, dan bicara berlebih. Gue juga eneg kalau lagi liat orang banyak gitu, misal kayak di festival atau apa. Itu kenapa ya? Ada yang ngerasain hal yang sama kayak gue mungkin?

Eehh, tapi jangan anggep gue nggak punya temen yaa hehe. Gue punya temen deket kok, ya walaupun itu-itu aja. Pas SD sahabat gue satu. Pas SMP lumayan laahh gue punya gerombolan, walaupun gerombolan gue isinya orang-orang yang pendiem dan kutu buku semua. Pas SMA balik lagi cuma punya satu. Pas kuliah? Percayalah, jauh dari rumah tuh bikin kita susah percaya sama orang-orang baru. Ada sih temen deket, tapi ya itu-itu aja juga orangnya (termasuk cowok gue, ya dia doang orangnya :v)

Gue nggak pandai memulai percakapan, khususnya sama orang baru atau orang  yang nggak ada kepentingannya sama gue. Gue lebih suka komunikasi satu lawan satu daripada gue harus ngomong ke banyak orang. Kalau ngobrol empat mata tuh rasanya lebih enak gitu buat memahami satu sama lain. Selain itu fokusnya juga nggak terbagi. Karena itulah, temen deket atau sahabat gue selalu sedikit, tapi hubungan kami jalan sampai sekarang.

"Makanya lu buka diri dong! Masa mau gitu terus,"

Hehe gimana yaa, definisi membuka diri tuh seperti apa? Kalau membuka diri adalah terbuka terhadap lingkungan sekitar dan bersosialisasi dengan orang lain gue mampu (selama masih punya kepentingan yang sama). Tapi kalau membuka diri adalah sok akrab dan sok deket cuma karena pengen diakuin, itu di luar kemampuan gue. Gue nggak bisa maksa orang buat menerima gue yang kayak gini emang. Mau mereka suka terserah, masa bodo ya monggo.

"Keluar dong dari zona nyaman lo!"

Hehe keluar dari zona nyaman tuh gimana ya maksudnya? Kalau zona nyaman diumpamakan sebagai rumah, setiap orang pasti akan pulang ke zona nyamannya masing-masing. Dan ketika kalian keluar dari sana, kalian nggak menemukan diri kalian yang sesungguhnya. Kalian cuma 'mencoba bertahan hidup dengan koleksi topeng yang kalian punya'. Kalau kalian capek, akhirnya juga bakal balik jadi diri kalian sendiri lagi, di zona nyaman lagi. Iya, nggak?

Gue udah hampir kepala dua dan udah memasuki tahun kedua kuliah. Udah banyak orang yang gue temui dan gue masih bisa bertahan hidup sampai sekarang. Itu artinya, entah kalian suka sendiri atau suka keramaian, itu nggak mempengaruhi apapun. Kalian berhak atas hidup kalian sendiri, karena hidup emang pilihan.

Panjang bener daahh tulisan gue kali ini wkwk. Yaaa beginilah uniknya gue, nggak bisa ngomong di depan orang, tapi sekalinya nulis bisa panjang lebar kali tinggi.

Sekian yaa perjumpaan kita di Ruang Retorik kali ini. Terimakasih udah menyempatkan waktu buat membaca. Oiya, kalau kalian ngerasain hal yang sama seperti gue, bisa banget loh sharing. Bisa lewat kolom komentar atau kirim email ke gue.

Sampai jumpa di ruang selanjutnya dan selamat segala waktu!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Setelah Tiga Kali Gagal Nonton Show Cerita Cintaku Raditya Dika, Akhirnya...

Hai, semuanya! Selamat segala waktu. Kalian tahu special show -nya Bang Raditya Dika yang tajuknya Cerita Cintaku, nggak? Itu, tuh, yang sering jadi trending di Youtube. Videonya sih cuma tentang Bang Dika pas baca dan roasting cerita cintanya penonton sih, karena emang Bang Dika kayaknya nggak mau menggunggah show -nya secara lengkap. Jadi, bisa dibilang kalau stand up comedy -nya Bang Dika tahun ini tuh beda dari tahun-tahun sebelumnya. Setiap tahun Bang Dika biasanya selalu menggunggah SUCRD di Youtube, tapi tahun ini tour special show -nya itu videonya dijual di website Cerita Cintaku. Kalian cek aja sendiri deh, kalau gue sertain hyperlink -nya di sini ntar disangkain ngendorse, heuheu . Gue sebagai.. ya, bisa dikatakan penggemarnya Bang Dika, pastinya merasa antusias dengan show ini dong. Apalagi, menurut gue harga tiketnya bisa dibilang terjangkau untuk ukuran komika level Raditya Dika. Namun, keantusiasan gue ini juga diiringi dengan rasa males dan gampang lupanya gue b

Catatan Aksi 24 September 2019

Halo, semuanya! Selamat segala waktu. Dua hari yang lalu, tepatnya 23 September 2019, beberapa daerah di Indonesia mengadakan aksi mahasiswa, ada Jogja dengan #GejayanMemanggil, ada Solo dengan #BengawanMelawan, ada Surabaya dengan #SurabayaMenggugat, dan lain-lain. Aksi-aksi tersebut dilakukan dalam rangka menggugat agar diadakannya revisi UU KPK dan menolak RKUHP. Para demonstran didominasi oleh mahasiswa dari berbagai kampus. Sebelumnya, minggu lalu, tepatnya Selasa, 17 September, telah diadakan aksi serupa. Namun, aksi tersebut fokus pada penolakan RUU KPK dan RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual). Aksi tersebut dinamai dengan aksi Reformasi Dikorupsi dan diadakan di depan Gedung DPR/MPR. Kemarin. Selasa, 24 September, telah berlangsung aksi besar-besaran yang diikuti oleh seluruh mahasiswa di Jakarta dan sekitarnya. Terdapat puluhan kampus yang bergabung dalam aksi Tuntaskan Reformasi tersebut. Bisa dibilang, aksi ini lebih besar dari aksi sebelumnya karena bertepat

IWD 2020 #EachForEqual: Karena Wanita Tak Hanya Sekadar Ingin Dimengerti

Jadi perempuan itu bagaikan dua sisi koin. Di satu sisi, perempuan itu punya privilese untuk dijaga, dilindungi, diperlakukan dengan lembut, dan diagungkan kecantikannya. Namun, di sisi lain, privilese itu bisa saja jadi lingkaran setan bagi mereka. Harus dijaga dan dilindungi, nanti dianggap lemah. Harus diperlakukan dengan lembut, nanti dianggap manja. Diagungkan kecantikannya, akhirnya muncul standar kecantikan yang dikompetisikan. Jadi perempuan itu (katanya) harus serba bisa. Bisa sekolah tinggi dan cari uang sendiri akan dianggap pandai. Namun, kerjaan rumah harus tetap selesai, mengurus anak tak boleh lalai, dan menyenangkan suami di ranjang harus piawai. Sayangnya, jadi perempuan itu punya banyak risiko: jadi korban marginalisasi dan subordinasi, jadi objek seksualitas, suaranya kurang didengar, didiskriminasi, dibatasi ruang geraknya, dan resiko lain yang mewarnai hidupnya. Perempuan dituntut untuk manut . Dilarang membangkang, apalagi memberontak. Kebebasan seakan