Langsung ke konten utama

Sebuah Introduksi setelah Mati Suri

Hai. Selamat segala waktu.

Sebuah kesempatan luar biasa bisa 'menghidupkan kembali' blog yang telah mati suri selama kurang lebih lima tahun ini. Ini bukan blog baru, gue membangun ini semua sejak tahun 2012, dengan konten yang ramai pada masanya. Tapi tenang aja, konten-konten itu nggak gue hidupkan lagi kok. Karena gue mau membangun ruang yang baru dengan isi yang baru pula.

Gue nggak mau basa-basi tentang blog gue di masa lalu. Itu udah lewat, jangan dibahas. Lagian kalian juga nggak bakal tau blog gue dulu kayak gimana (kecuali kalo dari dulu kalian emang baca).

Sekarang, blog ini kembali hidup dengan nama yang baru. Menjelma menjadi ruang yang penuh dengan retorika, sesuai dengan namanya. Sayangnya, penulisnya tetep penulis lama, yang hobinya nyampah dimana-mana. Tapi tenang, di ruangan ini, gue bakal membagikan apa yang ada di pikiran gue. Gue bakal tulis semua keresahan gue, dengan segala pertanyaan-pertanyaaan yang entah ada jawabannya atau enggak. Dan perlu kalian catat, gue nggak bakal pake teori apapun. Karena esensi dari blog ini adalah gue mau kalian setidaknya berkata "oiya ya" setelah membaca tulisan gue. Gue mau kalian baca tulisan gue secara bebas, tanpa banyak mikir, tanpa banyak menyangkut-pautkan tulisan gue dengan teori-teori yang ada di buku kalian.

Membaca kata keresahan, mungkin kalian langsung inget sama Bang Raditya Dika. Tenang, gue nggak akan jadi plagiat kok. Emang cuma Bang Dika doang yang boleh membagikan keresahannya? Gue sebagai manusia biasa juga berhak dong. Orang gue punya mulut, punya hati, gue bisa juga mengalami keresahan dan membagikan itu ke orang-orang. Harapannya cuma satu, biar gue juga tau apakah keresahan gue ini juga diresahkan oleh orang lain. Atau lebih tepatnya, gue butuh orang buat diajak brainstorming.

Apalagi ya? Oiya, gue bakal seneng kalo kalian mau ngasih feedback ke gue. Lewat email ya, jangan di kolom komentar. Itu akan mengotori ruangan ini.

Cukup segini aja yaa introduksinya. Kalian mau tanya nama gue? Nggak penting ah. Tulisan ini aja belum tentu bakal kalian baca kan. Mungkin kalian cuma bakal buka link yang gue share dan voila, kalian bakal berkata "alah ginian doang, buang-buang kuota."

Perihal waktu, gue nggak ada waktu khusus buat nulis disini. Selama gue mau mikir dan mau membagikan pikiran gue, gue akan upload semuanya disini. Jadi yaa.. kalo kalian pengen tau kapan gue upload, tinggal cek aja setiap hari. Atau opsi lainnya, pantengin instastory gue. Instagramnya apa? Cari aja sendiri.

Oiya, sebelum gue tutup, gue mau menekankan kalau gue sebisa mungkin bakal meminimalisasi pemakaian bahasa asing apapun di blog ini. Kenapa? Karena bahasa Indonesia itu identitas gue. Dan itu yang gue pelajari mati-matian sekarang :)

Cukup sekian. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca ini semua. Sampai jumpa dan selamat segala waktu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Setelah Tiga Kali Gagal Nonton Show Cerita Cintaku Raditya Dika, Akhirnya...

Hai, semuanya! Selamat segala waktu. Kalian tahu special show -nya Bang Raditya Dika yang tajuknya Cerita Cintaku, nggak? Itu, tuh, yang sering jadi trending di Youtube. Videonya sih cuma tentang Bang Dika pas baca dan roasting cerita cintanya penonton sih, karena emang Bang Dika kayaknya nggak mau menggunggah show -nya secara lengkap. Jadi, bisa dibilang kalau stand up comedy -nya Bang Dika tahun ini tuh beda dari tahun-tahun sebelumnya. Setiap tahun Bang Dika biasanya selalu menggunggah SUCRD di Youtube, tapi tahun ini tour special show -nya itu videonya dijual di website Cerita Cintaku. Kalian cek aja sendiri deh, kalau gue sertain hyperlink -nya di sini ntar disangkain ngendorse, heuheu . Gue sebagai.. ya, bisa dikatakan penggemarnya Bang Dika, pastinya merasa antusias dengan show ini dong. Apalagi, menurut gue harga tiketnya bisa dibilang terjangkau untuk ukuran komika level Raditya Dika. Namun, keantusiasan gue ini juga diiringi dengan rasa males dan gampang lupanya gue b

Catatan Aksi 24 September 2019

Halo, semuanya! Selamat segala waktu. Dua hari yang lalu, tepatnya 23 September 2019, beberapa daerah di Indonesia mengadakan aksi mahasiswa, ada Jogja dengan #GejayanMemanggil, ada Solo dengan #BengawanMelawan, ada Surabaya dengan #SurabayaMenggugat, dan lain-lain. Aksi-aksi tersebut dilakukan dalam rangka menggugat agar diadakannya revisi UU KPK dan menolak RKUHP. Para demonstran didominasi oleh mahasiswa dari berbagai kampus. Sebelumnya, minggu lalu, tepatnya Selasa, 17 September, telah diadakan aksi serupa. Namun, aksi tersebut fokus pada penolakan RUU KPK dan RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual). Aksi tersebut dinamai dengan aksi Reformasi Dikorupsi dan diadakan di depan Gedung DPR/MPR. Kemarin. Selasa, 24 September, telah berlangsung aksi besar-besaran yang diikuti oleh seluruh mahasiswa di Jakarta dan sekitarnya. Terdapat puluhan kampus yang bergabung dalam aksi Tuntaskan Reformasi tersebut. Bisa dibilang, aksi ini lebih besar dari aksi sebelumnya karena bertepat

IWD 2020 #EachForEqual: Karena Wanita Tak Hanya Sekadar Ingin Dimengerti

Jadi perempuan itu bagaikan dua sisi koin. Di satu sisi, perempuan itu punya privilese untuk dijaga, dilindungi, diperlakukan dengan lembut, dan diagungkan kecantikannya. Namun, di sisi lain, privilese itu bisa saja jadi lingkaran setan bagi mereka. Harus dijaga dan dilindungi, nanti dianggap lemah. Harus diperlakukan dengan lembut, nanti dianggap manja. Diagungkan kecantikannya, akhirnya muncul standar kecantikan yang dikompetisikan. Jadi perempuan itu (katanya) harus serba bisa. Bisa sekolah tinggi dan cari uang sendiri akan dianggap pandai. Namun, kerjaan rumah harus tetap selesai, mengurus anak tak boleh lalai, dan menyenangkan suami di ranjang harus piawai. Sayangnya, jadi perempuan itu punya banyak risiko: jadi korban marginalisasi dan subordinasi, jadi objek seksualitas, suaranya kurang didengar, didiskriminasi, dibatasi ruang geraknya, dan resiko lain yang mewarnai hidupnya. Perempuan dituntut untuk manut . Dilarang membangkang, apalagi memberontak. Kebebasan seakan